JAGUNG
( Zea mays L.
)
A. SEJARAH SINGKAT
Tanaman jagung merupakan salah satu j enis tanaman pangan biji-bijian dari
keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika
melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang
Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda
menamakannya mais dan orang
Inggris menamakannya corn.
B. JENIS TANAMAN
Varietas unggul mempunyai sifat: berproduksi
tinggi, umur pendek, tahan serangan penyakit utama dan sifat-sifat lain yang
menguntungkan. Varietas unggul ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: jagung
hibrida dan varietas jagung bersari bebas. Nama beberapa varietas jagung yang
dikenal antara lain: Abimanyu, Arjuna, Bromo, Bastar Kuning, Bima, Genjah
Kertas, Harapan, Harapan Baru, Hibrida C 1 (Hibrida Cargil 1), Hibrida IPB 4,
Kalingga, Kania Putih, Malin, Metro, Nakula, Pandu, Parikesit, Permadi, Sadewa,
Wiyasa, Bogor Composite-2.
C. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama
tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, D.I.
Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku.
Khusus di Daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tanaman jagung dilakukan
secara intensif karena kondisi tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk
pertumbuhannya.
D. SYARAT PERTUMBUHAN
Tanaman jagung berasal dari daerah tropis
yang dapat menyesuaikan diri denganlingkungan di luar daerah tersebut. Jagung
tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada
berbagai macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang agak kering. Tetapi untuk
pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki beberapa persyaratan.
a. Iklim
1)
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah
daerahdaerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang
basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU
hingga 0-40 derajat LS.
2)
Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah
hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan
pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung
ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau.
3)
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman
jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan memberikan
hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.
4)
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34O C, akan tetapi bagi
pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27O C. Pada
proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30O C.
5)
Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada
musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan
hasil.
b. Media Tanam
1)
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat
tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus.
2)
Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari
gunung berapi), latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan
tekstur berat (grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik
dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur
lempung/liat (latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.
3)
Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara
tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH
antara 5,6 - 7,5.
4)
Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam
kondisi baik
5)
Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami jagung, karena
disana kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan
tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras
dahulu.
c. Ketinggian Tempat
Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari
dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara
1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan
ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung.
E.
PEDOMAN BUDIDAYA
a. Pembibitan
a. Persyaratan Benih
Benih
yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik maupun
fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak tercampur
benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak tercemar hama dan
penyakit). Benih yang demikian dapat diperoleh bila menggunakan benih
bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada
kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih. Penggunaan benih jagung
hibrida biasanya akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Tetapi jagung
hibrida mempunyai beberapa kelemahan dibandingkan varietas bersari bebas yaitu
harga benihnya yang lebih mahal dan hanya dapatdigunakan maksimal 2 kali
turunan dan tersedia dalam jumlah terbatas. Beberapa varietas unggul jagung
untuk dipilih sebagai benih adalah: Hibrida C 1, Hibrida C 2, Hibrida Pioneer
1, Pioneer 2, IPB 4, CPI-1, Kaliangga, Wiyasa, Arjuna, Baster kuning, Kania
Putih, Metro, Harapan, Bima, Permadi, Bogor Composite, Parikesit, Sadewa,
Nakula. Selain itu, jenis-jenis unggul yang belum lama dikembangkan adalah:
CPI-2, BISI-1, BISI-2, P-3, P-4, P-5, C-3, Semar 1 dan Semar 2 (semuanya jenis
Hibrida).
b. Penyiapan Benih
Benih
dapat diperoleh dari penanaman sendiri yang dipilih dari beberapa tanaman
jagung yang sehat pertumbuhannya. Dari tanaman terpilih, diambil yang tongkolnya besar, barisan biji lurus dan
penuh tertutup rapat oleh klobot, dan tidak terserang oleh hama penyakit. Tongkol
dipetik pada saat lewat fase matang fisiologi dengan ciri: biji sudah mengeras
dan sebagian besar daun menguning. Tongkol dikupas dan dikeringkan hingga
kering betul. Apabila benih akan disimpan dalam jangka lama, setelah
dikeringkan tongkol dibungkus dan disimpan dan disimpan di tempat kering. Dari
tongkol yang sudah kering, diambilbiji bagian tengah sebagai benih. Biji yang
terdapat di bagian ujung dan pangkal tidak digunakan sebagai benih. Daya tumbuh
benih harus lebih dari 90%, jika kurang dari itu sebaiknya benih diganti. Benih yang dibutuhkan adalah sebanyak 20-30
kg untuk setiap hektar.
c. Pemindahan Benih
Sebelum
benih ditanam, sebaiknya dicampur dulu dengan fungisida seperti Benlate,
terutama apabila diduga akan ada serangan jamur. Sedangkan bila diduga akan ada
serangan lalat bibit dan ulat agrotis, sebaiknya benih dimasukkan ke dalam
lubang bersama-sama dengan insektisida butiran dan sistemik seperti Furadan 3
G.
d. Pengolahan Media Tanam
Pengolahan tanah bertujuan untuk: memperbaiki
kondisi tanah, dan memberikan kondisi menguntungkan bagi pertumbuhan akar.
Melalui pengolahan tanah, drainase dan aerasi yang kurang baik akan diperbaiki.
Tanah diolah pada kondisi lembab tetapi tidak terlalu basah. Tanah yang sudah
gembur hanya diolah secara umum.
1. Persiapan
Dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah
tanah agar diperoleh tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang
akan ditanami (calon tempat barisan tanaman) dicangkul sedalam 15-20 cm,
kemudian diratakan. Tanah yang keras memerlukan pengolahan yang lebih banyak.
Pertama-tama tanah dicangkul/dibajak lalu dihaluskan dan diratakan.
2. Pembukaan Lahan
Pengolahan lahan diawali dengan membersihkan lahan dari
sisa sisa tanaman sebelumnya. Bila perlu sisa tanaman yang cukup banyak
dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dilanjutkan dengan
pencangkulan dan pengolahan tanah dengan bajak.
3. Pembentukan Bedengan
Setelah tanah diolah, setiap 3 meter dibuat saluran
drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm dengan kedalaman 20
cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek.
4. Pengapuran (apabila tanah masam)
Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah harus dikapur.
Jumlah kapur yang diberikan berkisar antara 1-3 ton yang diberikan tiap 2-3
tahun. Pemberian dilakukan dengan cara menyebar kapur secara merata atau pada
barisan tanaman, sekitar 1 bulan sebelum tanam. Dapat pula digunakan dosis 300
kg/ha per musim tanam dengan cara disebar pada barisan tanaman.
5. Pemberian MIG-6PLUS pada pratanam (3 hari
sebelum tanam).
Berikan pupuk hayati MiG-6PLUS
pada permukaan lahan dengan cara di semprot/disiramkan secara merata, dosis
yang dibutuhkan adalah 2 liter per hektar. Pada lahan kering, aplikasi pupuk
hayati MiG-6PLUS sebaiknya pada sore hari.
6. Pemupukan saat pemeliharaan
Apabila tanah yang akan ditanami tidak menjamin
ketersediaan hara yang cukup maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang
dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara
bertahap. Anjuran dosis rata-rata adalah: Urea=200-300 kg/ha, TSP=75-100 kg/ha
dan KCl=50-100 kg/ha.
Adapun cara dan dosis pemupukan untuk setiap hektar: Pemupukan dasar: 1/3 bagian pupuk Urea dan 1
bagian pupuk TSP diberikan saat tanam, 7 cm di parit kiri dan kanan lubang
tanam sedalam 5 cm lalu ditutup tanah.
Susulan I: 1/3 bagian pupuk Urea ditambah 1/3 bagian
pupuk KCl diberikan setelah tanaman berumur 30 hari, 15 cm di parit kiri dan
kanan lubang tanam sedalam 10 cm lalu di tutup tanah.
Susulan II: 1/3 bagian pupuk Urea diberikan saat tanaman
berumur 45 hari. Pemberian pupuk
MiG-6PLUS pada saat pemeliharaan pada usia 3 minggu dan 6 minggu setelah tanam,
apabila menggunakan benih berumur menengah atau panjang (90-120hari),
diperlukan tambahan pupuk hayati MiG-6PLUS pada usia 9 minggu. Pemberian
masing-masing 2 liter per hektar. Pemberian larutan MiG-6PLUS dapat dengan cara
disiramkan atau menggunakan semprotan (bilas dahulu dengan air bersih).
Aplikasikan di tanah disekitar perakaran.
b. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman
Pola tanam memiliki arti penting dalam sistem
produksi tanaman. Dengan pola tanam ini berarti memanfaatkan dan memadukan
berbagai komponen yang tersedia (agroklimat, tanah, tanaman, hama dan penyakit,
keteknikan dan sosial ekonomi). Pola tanam di daerah tropis seperti di
Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan
(terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka
pemilihan jenis/varietas yang ditanampun perlu disesuaikan dengan keadaan air
yang tersedia ataupun curah hujan. Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan
adalah sebagai berikut
a) Tumpang sari (Intercropping), melakukan
penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari
sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung,
ketela pohon, padi gogo.
b) Tumpang gilir (Multiple Cropping),
dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor
lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kacang
tanah, ubi kayu.
c) Tanaman Bersisipan (Relay Cropping): pola
tanam dengan cara menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman
pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh:
jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang
panjang.
d) Tanaman Campuran (Mixed Cropping): penanaman
terdiri atas beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun
larikannya, semua tercampur jadi satu Lahan efisien, tetapi riskan terhadap
ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai,
ubi kayu.
2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat dengan alat tugal.
Kedalaman lubang perlu di perhatikan agar benih tidak terhambat pertumbuhannya.
Kedalaman lubang tanam antara: 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir
benih. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang
umurnya, tanaman akan semakin tinggi dan memerlukan tempat yang lebih luas.
Jagung berumur dalam/panjang dengan waktu panen ε 100 hari sejak penanaman,
jarak tanamnya dibuat 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur sedang (panen
80-100 hari), jarak tanamnya 25x75 cm (1 tanaman/lubang). Sedangkan jagung
berumur pendek (panen < 80 hari), jarak tanamnya 20x50 cm (1
tanaman/lubang). Kedalaman lubang tanam yaitu antara 3- 5 cm.
3. Cara Penanaman
Pada jarak tanam 75 x 25 cm setiap lubang
ditanam satu tanaman. Dapat juga digunakan jarak tanam 75 x 50 cm, setiap
lubang ditanam dua tanaman. Tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan baik pada
saat air kurang atau saat air berlebihan. Pada waktu musim penghujan atau waktu
musim hujan hampir berakhir, benih jagung ini dapat ditanam. Tetapi air
hendaknya cukup tersedia selama pertumbuhan tanaman jagung. Pada saat penanaman
sebaiknya tanah dalam keadaan lembab dan tidak tergenang. Apabila tanah kering,
perlu diairi dahulu, kecuali bila diduga 1-2 hari lagi hujan akan turun.
Pembuatan lubang tanaman dan penanaman biasanya memerlukan 4 orang (2 orang
membuat lubang, 1 orang memasukkan benih, 1 orang lagi memasukkan pupuk dasar
dan menutup lubang). Jumlah benih yang dimasukkan per lubang tergantung yang
dikehendaki, bila dikehendaki 2. tanaman per lubang maka benih yang dimasukkan
3 biji per lubang, bila dikehendaki 1 tanaman per lubang, maka benih yang
dimasukkan 2 butir benih per lubang.
4. Lain-lain
Di lahan sawah irigasi, jagung biasanya
ditanam pada musim kemarau. Di sawah tadah hujan, ditanam pada akhir musim
hujan. Di lahan kering ditanam pada awal musim hujan dan akhir musim hujan.
c. Pemeliharaan
1.
Penjarangan dan Penyulaman
Dengan penjarangan maka dapat ditentukan
jumlah tanaman per lubang sesuai dengan yang dikehendaki. Apabila dalam 1
lubang tumbuh 3 tanaman, sedangkan yang dikehendaki hanya 2 atau 1, maka
tanaman tersebut harus dikurangi. Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik,
dipotong dengan pisau atau gunting yang tajam tepat di atas permukaan tanah.
Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai
akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk
mengganti benih yang tidak tumbuh/mati. Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari
sesudah tanam. Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama
dengan sewaktu penanaman. Penyulaman
hendaknya menggunakan benih dari jenis yang
sama. Waktu penyulaman paling lambat dua minggu setelah tanam.
2.
Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan
dari tanaman pengganggu (gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali.
Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda biasanya dengan tangan atau
cangkul kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting dalam penyiangan ini tidak
mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat
mencengkeram tanah. Hal ini biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
3.
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan
dan bertujuan untuk memperkokoh posisi batang, sehingga tanaman tidak mudah
rebah. Selain itu juga untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan
tanah karena adanya aerasi. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 6
minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Caranya, tanah di sebelah kanan dan
kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan
tanaman.Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang. Untuk efisiensi
tenaga biasanya pembubunan dilakukan bersama dengan penyiangan kedua yaitu
setelah tanaman berumur 1 bulan.
4. Pengairan
dan Penyiraman Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali
bila tanah telah lembab. Pengairan berikutnya diberikan secukupnya dengan
tujuan menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air
yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di
antara bumbunan tanaman jagung.
5. Waktu
Penyemprotan Pestisida
Penggunaan pestisida hanya diperkenankan
setelah terlihat adanya hama yang dapat membahayakan proses produksi jagung.
Adapun pestisida yang digunakan yaitu pestisida yang dipakai untuk
mengendalikan ulat. Pelaksanaan penyemprotan hendaknya memperlihatkan kelestarian
musuh alami dan tingkat populasi hama yang menyerang, sehingga perlakuan ini
akan lebih efisien.
F. HAMA DAN PENYAKIT
a. Hama
a) Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)
Gejala: daun berubah warna menjadi
kekuning-kuningan; di sekitar bekas gigitan atau bagian yang terserang
mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman
menjadi kerdil atau mati. Penyebab:
lalat bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning
kehijauan dan bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih
mutiara, dan panjang lalat 3-3,5 mm. Pengendalian:
(1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman akan sangat membantu
memutus siklus hidup lalat bibit, terutama setelah selesai panen jagung; (2)
tanaman yang terserang lalat bibit harus segera dicabut dan dimusnahkan, agar
hama tidak menyebar; (3) kebersihan di sekitar areal penanaman hendaklah dijaga
dan selalu diperhatikan terutama terhadap tanaman inang yang sekaligus sebagai
gulma; (4) pengendalian secara kimiawi insektisida yang dapat digunakan antara
lain: Dursban 20 EC, Hostathion 40 EC, Larvin 74 WP, Marshal 25 ST, Miral 26
dan Promet 40 SD sedangkan dosis penggunaan dapat mengikuti aturan pakai.
b) Ulat pemotong
Gejala: tanaman jagung yang terserang biasanya
terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah yang ditandai dengan adanya bekas
gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman jagung yang masih muda itu roboh di
atas tanah. Penyebab: beberapa jenis
ulat pemotong: Agrotis sp. (A. ipsilon); Spodoptera litura,
penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung
(Helicoverpa armigera). Pengendalian:
(1) bertanam secara serentak pada areal yang luas, bisa juga dilakukan pergiliran
tanaman; (2) dengan mencari dan membunuh ulat-ulat tersebut yang biasanya
terdapat di dalam tanah; (3) sebelum lahan ditanami jagung, disemprot terlebih
dahulu dengan insektisida.
b. Penyakit
a) Penyakit bulai (Downy mildew)
Penyebab: cendawan Peronosclero spora maydis dan
P. spora javanica serta P. spora philippinensis. yang akan
merajalela pada suhu udara 27 derajat C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) pada tanaman berumur 2-3
minggu, daun runcing dan kecil, kaku dan pertumbuhan batang terhambat, warna
menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2)
pada tanaman berumur 3-5 minggu, tanaman yang terserang mengalami gangguan
pertumbuhan, daun berubah warna dan perubahan warna ini dimulai dari bagian
pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat
garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendalian:
(1) penanaman dilakukan menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan
pola pergiliran tanaman, penanaman varietas unggul; (3) dilakukan pencabutan
tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan.
b) Penyakit bercak daun (Leaf bligh)
Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum. Gejala: pada daun tampak bercak
memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak
berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak
tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuningkuningan, kemudian
berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian: (1) pergiliran tanaman
hendaknya selalu dilakukan guna menekan meluasnya cendawan; (2) mekanis dengan
mengatur kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak lembab; (3) kimiawi dengan
pestisida antara lain: Daconil 75 WP, Difolatan 4 F.
c) Penyakit karat (Rust)
Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan Puccinia
polypora Underw. Gejala:
pada tanaman dewasa yaitu pada daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda
yang berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk yang
berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini kemudian berkembang dan
memanjang, kemudian akhirnya karat dapat berubah menjadi bermacam-macam bentuk.
Pengendalian: (1) mengatur
kelembaban pada areal tanam; (2) menanam varietas unggul atau varietas yang
tahan terhadap penyakit; (3) melakukan sanitasi pada areal pertanaman jagung;
(4) kimiawi menggunakan pestisida seperti pada penyakit bulai dan bercak daun.
d) Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil
smut)
Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago
zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC. Gejala: pada tongkol ditandai dengan
masuknya cendawan ini ke dalam biji sehingga terjadi pembengkakan dan
mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus terdesak
hingga pembungkus rusak dan kelenjar keluar dari pembungkus dan spora tersebar.
Pengendalian: (1) mengatur
kelembaban areal pertanaman jagung dengan cara pengeringan dan irigasi; (2)
memotong bagian tanaman kemudian dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur
dengan fungisida secara merata hingga semua permukaan benih terkena.
e) Penyakit busuk tongkol dan busuk biji
Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella
antara lain Gibberella zeae (Schw), Gibberella fujikuroi (Schw),
Gibberella moniliforme. Gejala:
dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna
merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo
matang. Pengendalian: (1)
menanam jagung varietas unggul, dilakukan pergiliran tanam, mengatur jarak
tanam, perlakuan benih; (2) penyemprotan dengan fungisida setelah ditemukan
gejala serangan.
G. PANEN
Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung
tua/matang fisiologis, tergantung dari tujuan panen. Seperti pada tanaman padi,
tingkat kemasakan buah jagung juga dapat dibedakan dalam 4 tingkat: masak susu,
masak lunak, masak tua dan masak kering/masak mati.
a. Ciri dan Umur Panen
Ciri jagung yang siap dipanen adalah:
a) Umur panen adalah 86-96 hari setelah
tanam.
b) Jagung siap dipanen dengan tongkol atau
kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji
bagian lembaga.
c) Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila
ditekan tidak membekas.
Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn)
dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu diameter tongkol baru mencapai
1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen ketika matang susu.
Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji dipijit tidak
terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan pokok
(beras jagung), pakan ternak, benih, tepung dan berbagai keperluan lainnya
dipanen jika sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan
kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat
kehitaman pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada tongkol). Bila biji
dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas.
b. Cara Panen
Cara panen jagung yang matang fisiologis
adalah dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan
dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pada lahan yang luas dan rata sangat
cocok bila menggunakan alat mesin pemetikan.
c.
Periode Panen
Pemetikan jagung pada waktu yang kurang
tepat, kurang masak dapat menyebabkan penurunan kualitas, butir jagung menjadi
keriput bahkan setelah pengeringan akan pecah, terutama bila dipipil dengan
alat. Jagung untuk keperluan sayur, dapat dipetik 15 sampai dengan 21 hari
setelah tanaman berbunga. Pemetikan jagung untuk dikonsumsi sebagai jagung
rebus, tidak harus menunggu sampai biji masak, tetapi dapat dilakukan } 4 minggu setelah tanaman berbunga atau
dapat mengambil waktu panen antara umur panen jagung sayur dan umur panen
jagung masak mati.
d. Prakiraan Produksi
Produksi jagung di suatu negara sering
mengalami pasang surut. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat perubahan areal
penanaman jagung. Namun demikian dengan ditemukannya varietas-varietas unggul
sebagai imbangan berkurangnya lahan, maka totalitas produksi tidak akan terlalu
berubah. Irigasi dan pemupukan sangat penting untuk mendapatkan produksi yang
baik. Walaupun potensi hasil cukup tinggi, cara untuk mendapatkan produksi pada
tingkat optimal yang dilakukan oleh petani, baru memberikan hasil 17 ton/ha.
H. PASCAPANEN
Setelah jagung dipetik biasanya dilakukan
proses lanjutan yang merupakan serangkaian pekerjaan yang berkaitan dan
akhirnya produk siap disimpan atau dipasarkan.
a. Pengupasan
Jagung dikupas pada saat masih menempel pada
batang atau setelah pemetikan selesai. Pengupasan ini dilakukan untuk menjaga
agar kadar air di dalam tongkol dapat diturunkan dan kelembaban di sekitar biji
tidak menimbulkan kerusakan biji atau mengakibatkan tumbuhnya cendawan.
Pengupasan dapat memudahkan atau memperingan pengangkutan selama proses
pengeringan. Untuk jagung masak mati sebagai bahan makanan, begitu selesai
dipanen, kelobot segera dikupas.
b. Pengeringan
Pengeringan jagung dapat dilakukan secara
alami atau buatan. Secara tradisional jagung dijemur di bawah sinar matahari
sehingga kadar air berkisar 9–11 %. Biasanya penjemuran memakan waktu sekitar
7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau
dengan cara diikat dan digantung. Secara buatan dapat dilakukan dengan mesin
pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat
berbagai cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi
kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan sekitar 38-430 C, sehingga
kadar air turun menjadi 12-13 %. Mesin pengering dapat digunakan setiap saat
dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung yang
diinginkan.
c. Pemipilan
Setelah dijemur sampai kering jagung dipipil.
Pemipilan dapat menggunakan tangan atau alat pemipil jagung bila jumlah
produksi cukup besar. Pada dasarnya “memipil” jagung hampir sama dengan proses
perontokan gabah, yaitu memisahkan biji-biji dari tempat pelekatan. Jagung
melekat pada tongkolnya, maka antara biji dan tongkol perlu dipisahkan.
d. Penyortiran dan Penggolongan
Setelah jagung terlepas dari tongkol,
biji-biji jagung harus dipisahkan dari kotoran atau apa saja yang tidak
dikehendaki, sehinggga tidak menurunkan kualitas jagung. Yang perlu dipisahkan
dan dibuang antara lain sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa,
kotoran selama petik ataupun pada waktu pengumpilan. Tindakan ini sangat
bermanfaat untuk menghindari atau menekan serangan jamur dan hama selama dalam
penyimpanan. Disamping itu juga dapat memperbaiki peredaran udara. Untuk
pemisahan biji yang akan digunakan sebagai benih terutama untuk penanaman
dengan mesin penanam, biasanya membutuhkan keseragaman bentuk dan ukuran
buntirnya. Maka pemisahan ini sangat penting untuk menambah efisiensi penanaman
dengan mesin. Ada berbagai cara membersihkan atau memisahan jagung dari
campuran kotoran. Tetapi pemisahan dengan cara ditampi seperti pada proses
pembersihan padi, akan mendapatkan hasil yang baik.
I. STANDAR PRODUKSI
a. Ruang Lingkup
Standar produksi tanaman jagung meliputi:
standar klasifikasi, syar at mutu, carapengambilan contoh, cara uji, syarat
penandaan, pengemasan dan rekomondasi.
b. Diskripsi
Standar mutu jagung di Indonesia tercantum
dalam Standar Nasional Indonesia SNI01-03920-1995.
c. Klasifikasi dan Standar Mutu
Berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan
menjadi jagung kuning (bila sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna kuning),
jagung putih (bila sekurangkurangnya bijinya berwarna putih) dan jagung
campuran yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Dalam perdagangan
internasional, komoditi jagung kering dibagi dalam 2 nomor HS dan SITC
berdasarkan penggunaannya yaitu jagung benih dan non benih.
a) Syarat Umum
1. Bebas hama dan penyakit.
2. Bebas bau busuk, asam, atau bau asing
lainnya.
3. Bebas dari bahan kimia, seperti:
insektisida dan fungisida.
4. Memiliki suhu normal.
b) Syarat Khusus
1. Kadar air maksimum (%): mutu I=14; mutu
II=14; mutu III=15; mutu IV=17.
2. Butir rusak maksimum (%): mutu I=2; mutu
II=4; mutu III=6; mutu IV=8.
3. Butir warna lain maksimum (%): mutu I=1;
mutu II=3; mutu III=7; mutu IV=10.
4. Butir pecah maksimum (%): mutu I=1; mutu
II=2; mutu III=3; mutu IV=3.
5. Kotoran maksimum (%): mutu I=1; mutu II=1;
mutu III=2; mutu IV=2.
Untuk mendapatkan standar mutu yang
disyaratkan maka dilakukan beberapa pengujian diantaranya:
a) Penentuan adanya hama dan penyakit, baru
dilakukan dengan cara organoleptik kecuali adanya bahan kimia dengan
menggunakan indera pengelihatan dan penciuman serta dibantu dengan peralatan
dan cara yang diperbolehkan.
b) Penentuan adanya rusak, butir warna lain,
kotoran dan butir pecah dilakukan dengan cara manual dengan pinset dengan
contoh uji 100 gram/sampel. Persentase butir-butir warna lain, butir rusak, butir
pecah, kotoran ditetapkan berdasarkan berat masing-masing komponen dibandingkan
dengan berat contoh analisa x 100 %
c) Penentuan kadar air biji ditentukan dengan
moisturetester electronic atau “Air Oven Methode” (ISO/r939-1969E atau OACE
930.15). Penentuan kadar aflatoxin adalah racun hasil metabolisme cendawan
Aspergilus flavus, Aflatoxin disini adalah jumlah semua jenis aflatoxin yang
terkandung dalam biji-biji kacang tanah.
d. Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak akar
pangkat dua dari jumlah karung maksimum 30 karung dari tiap partai barang,
kemudian dari tiap-tiap karung diambil contoh maksimum 500 gram. Contoh-contoh
tersebut diaduk/dicampur sehingga merata, kemudian dibagi empat dan dua bagian
diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai mencapai
contoh seberat 500 gram. Contoh ini disegel dan diberi label untuk dianalisa,
berat contoh analisa 100 gram.
e. Pengemasan
Pengemasan dengan karung harus mempunyai
persyaratan bersih dan dijahit mulutnya, berat netto maksimum 75 kg. dan tahan
mengalami “handling” baik waktu pemuatan maupun pembongkaran. Di bagian luar
karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan yang aman yang tidak
luntur dan jelas terbaca antara lain:
a) Produce of Indonesia.
b) Daerah asal produksi.
c) Nama dan mutu barang.
d) Nama perusahaan/pengekspor.
e) Berat bruto
f) Berat netto.
g) Nomor karung.
h) Tujuan.
DODOL
PISANG NANGKA
A.
PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber
vitamin. Selain buahnya yang dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan
ternak, daun pepaya untuk mengempukkan daging dan melancarkan air susu
ibu (ASI) terutama daun pepaya jantan.
Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh
fisika misalnya sinar matahari dan pemotongan, serta pengaruh biologis
(jamur) sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk
memperpanjang masa simpannya sangat penting. Buah dapat diolah
menjadi berbagai bentuk minuman seperti anggur, sari buah dan sirup
juga makanan lain seperti manisan, dodol, keripik, dan sale. Pisang
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1) Pisang yang dimakan dalam bentuk segar,
misalnya : pisang ambon, raja sere, raja bulu, susu, seribu, dan emas.
2) Pisang yang dimakan setelah diolah
terlebih dahulu, misalnya : pisang kepok, nangka, raja siam, raja bandung,
kapas, rotan, gajah, dan tanduk.
Pisang banyak mengandung protein yang
kadarnya lebih tinggi daripada buahbuahan lainnya,
namun buah pisang mudah busuk. Untuk mencegah pembusukan
dapat dilakukan pengawetan, misalnya dalam bentuk keripik, dodol,
sale, anggur, dan lain-lain. Dodol pisang nangka merupakan olahan pisang
menjadi satu adonan sehingga membentuk kekenyalan tertentu. Pisang
nangka mempunyai rasa agak masam, sehingga jarang disajikan sebagai
pencuci mulut. Rasa asam inilah yang membuat nilai ekonomisnya rendah
dibandingkan dengan jenis pisang lainnya, seperti : pisang ambon, pisang
raja emas, pisang uli, pisang tanduk, dan lain-lain. Nilai ekonomis pisang nangka
dapat ditingkatkan dengan mengolahnya menjadi dodol. Selain
buah pisang, dodol sering juga dibuat dari jenis buah lainnya seperti buah
sirsak, durian, dan lain-lain.
B.
BAHAN
1) Buah pisang jenis pisang nangka 2 kg
2) Gula pasir 1 ons
3) Gula merah 3 ons
4) Tepung ketan 1 ons
5) Kelapa secukupnya
6) Panili secukupnya
C.
ALAT
1) Baskom
2) Alas pemotong dari kayu
3) Pisau
4) Cetakan dodol
5) Penggorengan (Wajan)
6) Alat penumbuk (alu)
7) Tungku
8) Sendok kayu
9) Ayakan halus
D.
CARA PEMBUATAN
1) Kupas buah pisang dan potong kecil-kecil
lalu haluskan;
2) Kupas kelapa, parut lalu ambil santannya;
3) Campur pisang yang telah dihaluskan dengan
gula pasir, gula merah, tepung
ketan, panili, dan santan hingga rata
kemudian panaskan sampai terbentuk
adonan kental (± 3 ½ jam);
4) Segera tuangkan adonan yang telah jadi
pada cetakan, dinginkan, setelah itu
potong-potong menurut ukuran (5x3 cm).
Kemudian masukkan ke dalam
kantong plastik.
Catatan :
1) Penambahan tepung ketan jangan terlalu
banyak agar dodol yang
didapatkan tidak keras.
2) Pembungkus dilakukan setelah dingin dan
disimpan di tempat tertutup agar
dodol tetap kenyal seperti semula.
3) Dodol ini tahan sampai ± 1 bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar