Jumat, 17 Mei 2013

PANGAN DAN GIZI



I.                   PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1988 menekankan bahwa peningkatan produksi pangan, baik beras maupun bukan beras, perlu terus dilanjutkan tidak hanya untuk mempertahankan swasembada pangan, tetapi juga untuk memperbaiki keadaan gizi rakyat. Penekanan dalam GBHN tersebut mengisyaratkan bahwa keberhasilan pembangunan di bidang pangan tidak cukup bila hanya diukur dari meningkatnya produksi dan stabilnya harga pangan saja. Keberhasilan mempertahankan swasembada pangan  akan
Upaya mendorong terciptanya status gizi masyarakat yang sebaik-baiknya sudah dilakukan sejak zaman dulu. Bahkan semuanya dimulai sebelum republik ini berdiri. Program-program pengentasan gizi kurang dan buruk pada balita sudah dikerjakan di posyandu dan bagian dari tugas di puskesmas. Untuk defisiensi vitamin A, ada program pemberian vitamin A pada bayi dan balita (kapsul biru dan kapsul merah) yang tahun-tahun belakangan sangat digalakkan pelaksanaannya. Untuk defisiensi iodium (GAKI), sudah ada program suplementasi garam beriodium yang agak dilupakan orang. Program gizi ibu hamil juga populer di masyarakat dengan pemberian suplementasi zat besi.
Rasanya perlu memberikan apresiasi pada program-program yang cukup banyak dengan banyak penanggung jawab dan rencana strategis ke depannya ini. Peran ikatan profesi juga sudah cukup besar dalam advokasi dan bimbingan program-program, terbitan konsensus, petunjuk, dan panduan pelaksanaan program gizi di lapangan. Namun, begitu banyak organisasi profesi di bidang gizi yang berbeda-beda (karena lapangan kerja yang berbeda), rasanya perlu bertemu dalam menyusun sebuah rekomendasi dan pengawalan terhadap program-program pemerintah di bidang gizi.
I.                   ISI

A.                 Pengertian Gizi
Istilah gizi dan ilmu gizi di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1952 1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain  itu  sebagian  orang  menterjemahkan  nutrition  dengan  mengejanya  sebagai nutrisi.
WHO  mengartikan  ilmu  gizi  sebagai  ilmu  yang  mempelajari proses  yang terjadi   pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup             pengambila dan pengolahan zat padat dan cair dari makanan yang diperlukan untuk memelihara kehidupa n, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energi.
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.
B.                 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.  Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif.
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang  akibat  keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat  gizi  yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan. Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang penting adalah terpenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut.
C.                  Masalah Gizi di Indonesia
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar.
Saat ini belum banyak data mengenai status gizi anak-anak Indonesia. Padahal status gizi anak-anak ini turut mempengaruhi sumber daya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Hasil studi South East Asia Nutrition Survey (SEANUTS) yang melibatkan 4 negara di Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Thailand ini dilakukan untuk mengetahui status gizi anak sehingga nantinya dapat menyusun program intervensi yang tepat.
Hasil survei ini mendapati beberapa fakta baru mengenai status gizi yang dimiliki oleh anak-anak Indonesia, yaitu:
1.      Prevalensi kekurangan vitamin A sudah jauh menurun, tingkat kekurangan vitamin A pada anak usia 24-59 bulan sebesar 0,6 persen dan usia 5-12 tahun sebesar 0,7 persen.
2.      Kadar vitamin D di bawah 40 nmol/L pada anak usia 24-59 bulan adalah 11,9 persen dan anak usia 5-12 tahun sebesar 12,5 persen. Sedangkan untuk kadar vitamin D di bawah 50 nmol/L pada anak usia 24-59 bulan sebesar 41,4 persen dan anak usia 5-12 tahun sebesar 46,7 persen.
3.      Prevalensi anemia berdasarkan pengukuran hemoglobin pada anak usia 24-59 bulan adalah 13,4 persen dan anak usia 5-12 tahun sebesar 12,7 persen. Sedangkan prevalensi anemia berdasarkan kadar ferritin dalam darah pada anak usia 24-59 bulan adalah 13,2 persen dan anak usia 5-12 tahun adalah 3,7 persen.
4.      Ekskresi iodium kategori defisiensi (kurang 100 mcg/L) adalah 11,5 persen, sedangkan ekskresi iodium kategori lebih dari cukup (lebih dari 200 mcg/L) adalah 14,9 persen.
5.      Anak laki-laki yang tinggal di daerah pedesaan lebih aktif dari anak perempuan, sebaliknya anak perempuan yang tinggal di daerah perkotaan lebih aktif dari anak laki-laki.
6.      Kondisi stunting parah lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibanding perempuan dengan perbedaan sekitar 2,2 persen pada usia balita, sedangkan untuk usia 5-12 tahun perbedaanya sebesar 2,2 persen.
7.      Sekitar 1,1 persen anak di pedesaan mengalami kondisi gizi buruk parah, sedangkan sekitar 6,9 persen mengalami kondisi gizi buruk. Pada kondisi ini seseorang kehilangan jaringan lemak dan otot akibat tubuh mengalami kondisi kekurangan gizi yang bersifat akut.
Di samping masalah tersebut di atas, diduga ada masalah gizi mikro lainnya sepeni defisiensi Zink yang sampai saat ini belum terungkapkan, karena adanya keterbatasan Iptek Gizi, Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama KEP, masih lebih tinggi daripada negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1995 sekitar 35,4% anak balita di Indo­nesia menderita KEP (persen median berat menurut umur <80%).> Suatu penyakit timbul karena tidak seimbangnya berbagai faktor, baik dari sumber penyakit (agens), pejamu (host) dan lingkungan (environment). Hal itu disebut juga dengan istilah penyebab majemuk (multiple causation of diseases) sebagai lawan dari peiiyebab tunggal (single causation).
D.                 Program-program  Gizi
·                     PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
Tujuan program: meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan anak Balita.
Kegiatan pokok dan kegiatan indikatif program ini meliputi:
1. Peningkatan pendidikan gizi;
a.   Menyiapkan kerangka kebijakan  dan  menyusun  strategi  pendidikan  gizi masyarakat;   
b.  Mengembangkan   materi   KIE  gizi;   
c.   Menyebarluaskan  materi  pendidikan  melalui  institusi pendidikan formal, non formal, dan institusi masyarakat;
d.        Menyelenggarakan  promosi  secara  berkelanjutan;             
e.       Meningkatkan kemampuan melalui pelatihan teknis dan manajemen; 
f.       Pembinaan  dan peningkatan kemampuan petugas dalam program perbaikan gizi.
2.  Penanggulangan  kurang  energi  protein  (KEP),  anemia gizi  besi,  gangguan   akibat  kurang  yodium  (GAKY), kurang   vitamin   A,  dan   kekurangan   zat   gizi   mikro lainnya;            
a.       Pemantauan  dan  promosi  pertumbuhan;  
b.      Intervensi gizi yang meliputi pemberian makanan tambahan, suplementasi obat program, dan fortifikasi bahan makanan;
c.       Tatalaksana kasus kelainan gizi;
d.      Pengembangan teknologi pencegahan dan penanggulangan masalah gizi kurang;
e.       Melakukan pendampingan.
3.  Penanggulangan  gizi  lebih;  
a.       Penyusunan  kebijakan penanggulangan  gizi  lebih;           
b.      Konseling  gizi;                
c.       Pengembangan teknologi pencegahan dan penanggulangan masalah gizi lebih.
4.  Peningkatan   surveilens   gizi;                 
a.       Melaksanakan   dan mengembangkan  PSG, PKG, serta pemantauan status gizi lainnya;
b.      Meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB;
c.       Meningkatkan SKPG secara lintas sektor;
d.      Pemantauan dan evaluasi program gizi;
e.       Mengembangkan jejaring informasi gizi.
5.  Pemberdayaan  masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar  gizi;  
a.       Fasilitasi  upaya  pemberdayaan  keluarga antara lain melalui kader keluarga, positif deviant (pos gizi), kelas ibu;
b.      Menjalin kemitraan dengan lintas sektor, LSM, dunia usaha dan masyarakat;
c.       Mengembangkan  upaya- upaya  pemberdayaan  ekonomi  kader  dan  keluarga
d.      Fasilitasi revitalisasi  Posyandu;
e.       Advokasi program gizi;
f.       Mengembangkan  pemberdayaan masyarakat di bidang gizi
E.                  Kelebihan dan kelemahan program gizi di Indonesia
Khusus untuk program perbaikan gizi masyarakat secara umum ditujukan untuk meningkatkan kemampuan, kesadaran dan keinginan masyarakat dalam mewujudkan kesehatan yang optimal khususnya pada bidang gizi, terutama bagi golongan rawan dan masyarakat yang berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota.
       Kegiatan pokok Departemen Kesehatan dalam menginplementasikan Perbaikan Gizi Masyarakat meliputi, peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), anemia gizi besi, Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), kurang Vitamin A, dan kekurangan zat gizi lebih, peningkatan surveillance gizi, dan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi (Perpres, 2007).
       Adapun sasaran pokok program Perbaikan Gizi Masyarakat yakni : Menurunnya Prevalensi kurang gizi pada balita, terlaksananya penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), anemia gizi besi, Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), kurang Vitamin A, gizi lebih, dan meningkatkan jumlah keluarga yang sadar akan gizi (Depkes RI, 2004).
       Dalam pelaksanaan kegiatan ini Departemen Kesehatan melakukan beberapa kegiatan meliputi: Penimbangan bulanan anak balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), pendidikan gizi dan kesehatan bagi ibu-ibu dari anak-anak balita tersebut pada saat ke posyiandu atau sebelum dan sesudah dilakukannnya posyiandu, demonstrasi memasak makanan yang memenuhi pensyaratan gizi yang baik atau anak balita, terutama yang menderita gizi buruk, dan pemberian paket pertolongan gizi untuk mereka yang memerlukan, yang terdiri dari pemberian vitamin A dosis tinggi kepada anak balita, tablet besi, garam beryodium dan garam oralit (Depkes RI, 2004).
Status gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status anak balita dan wanita hamil. Oleh karena itu sasaran dari program perbaikan gizi masyarakat ini berdasarkan siklus kehidupan yaitu dimulai dari wanita usia subur, dewasa, ibu hamil, bayi baru lahir, balita, dan anak sekolah.
·                     Masalah Gizi Masyarakat Indonesia
a.         Berat Bayi lahir Rendah (BBLR)
b.        Gizi Kurang pada Balita
c.         Gangguan Pertumbuhan 
d.        Kurang Energi Kronis (KEP) pada Wanita Usia Subur (WUS)
e.         Ibu Hamil (Bumil)
Pokok masalah di masyarakat yakni kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung dan yang menjadi akar masalah yakni kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait  dengan meningkatnya  pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut teleh memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai (Depkes, 1999). 
Keadaan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan, Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh akan mendapat kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya disebut konsumsi adekurat.
Upaya perbaikan gizi masyarakat telah lama dilakukan di Indonesia. UPGK usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh anggota keluarga terutama golongan yang rawan. Usaha ini dilakukan dengan pengawasan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai sektor secara terkoordinasi dan merupakan bagian pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Nita, 2008).
Ada beberapa jenis usaha yang dilakuka n oleh pemerintah, antara lain :
·         Program  perbaikan  gizi,  
·         Program  Makanan  Tambahan
·         Program Fortifikasi Pangan (Nita, 2008).
Masalah gizi adalah sesuatu  yang  tidak  dikehendaki oleh siapaun  juga. Oleh karena  itu  harus dengan cara untuk  menanggulanginya melalui berbagai tindakan. Keterlambatan dalam memberikan pelayanan gizi akan berakibat kerusakan yang sukar atau malahan tidak dapat ditolong (Nita, 2008).
Masalah gizi masyarakat bukan semata-mata masalah masyarakat meskipun akibat dari kekurangan gizi  pada umumnya adalah menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi makanan rakyat. Karena itulah program peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan diberbagai disiplin, baik jenis produksi, pertanian dan lain sebagainya. (Nita, 2008).
Program program perbaikan gizi yang dibentuk sudah sepenuhnya menanggulangi masalah gizi yang ada di Indonesia akan tetpi jangkauan masalah gizi belum sepenuhnyaa teratasi sebab sudah timbul masalah gizi baru sebelum terselesaikannya masalah gizi lama. Pada Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993, telah terungkap bahwa Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh, udah muncul masalah baru, yaitu berupa gizi lebih.
Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya memiliki problematika kesehatan yang unik, yaitu tingginya kasus kekurangan gizi namun di sisi lain juga banyak mengalami kasus kelebihan gizi. Kedua masalah ini sama-sama dapat memicu gangguan kesehatan yang membutuhkan penanganan medis. Masalah kekurangan gizi kebanyakan disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dan penyakit infeksi. Sedangkan masalah kelebihan gizi kebanyakan yang dihadapi berupa kelebihan berat badan dan obesitas. Kelebihan gizi atau overnutrisi berisiko menyebabkan penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, stroke dan kanker.








II.                PENUTUP

A.                Kesimpulan
Program Program gizi di Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mengatasi permasalahn gizi yang ada. Masalah gizi masyarakat bukan semata-mata masalah masyarakat meskipun akibat dari kekurangan gizi  pada umumnya adalah menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi makanan rakyat. Karena itulah program peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan diberbagai disiplin, baik jenis produksi, pertanian dan lain sebagainya

Tidak ada komentar: