I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) Tahun 1988 menekankan bahwa peningkatan produksi pangan,
baik beras maupun bukan beras, perlu terus dilanjutkan tidak hanya untuk
mempertahankan swasembada pangan, tetapi juga untuk memperbaiki keadaan gizi
rakyat. Penekanan dalam GBHN tersebut mengisyaratkan bahwa keberhasilan
pembangunan di bidang pangan tidak cukup bila hanya diukur dari meningkatnya
produksi dan stabilnya harga pangan saja. Keberhasilan mempertahankan
swasembada pangan akan
Upaya mendorong terciptanya status
gizi masyarakat yang sebaik-baiknya sudah dilakukan sejak zaman dulu. Bahkan
semuanya dimulai sebelum republik ini berdiri. Program-program pengentasan gizi
kurang dan buruk pada balita sudah dikerjakan di posyandu dan bagian dari tugas
di puskesmas. Untuk defisiensi vitamin A, ada program pemberian vitamin A pada
bayi dan balita (kapsul biru dan kapsul merah) yang tahun-tahun belakangan
sangat digalakkan pelaksanaannya. Untuk defisiensi iodium (GAKI), sudah ada
program suplementasi garam beriodium yang agak dilupakan orang. Program gizi
ibu hamil juga populer di masyarakat dengan pemberian suplementasi zat besi.
Rasanya perlu memberikan apresiasi
pada program-program yang cukup banyak dengan banyak penanggung jawab dan
rencana strategis ke depannya ini. Peran ikatan profesi juga sudah cukup besar
dalam advokasi dan bimbingan program-program, terbitan konsensus, petunjuk, dan
panduan pelaksanaan program gizi di lapangan. Namun, begitu banyak organisasi
profesi di bidang gizi yang berbeda-beda (karena lapangan kerja yang berbeda),
rasanya perlu bertemu dalam menyusun sebuah rekomendasi dan pengawalan terhadap
program-program pemerintah di bidang gizi.
I.
ISI
A.
Pengertian
Gizi
Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1952 1955 sebagai terjemahan
kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti
makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain
itu
sebagian
orang menterjemahkan nutrition
dengan mengejanya
sebagai ”nutrisi”.
WHO
mengartikan
ilmu gizi sebagai ilmu
yang
mempelajari proses yang
terjadi pada organisme
hidup. Proses
tersebut mencakup pengambila dan
pengolahan zat padat dan
cair dari makanan yang diperlukan untuk memelihara
kehidupa n, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energi.
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami
proses
pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi
atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus
dan
masuk kedalam cairan tubuh.
B.
Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh
sebagai
akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah
satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan
dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui
penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif.
Menurut Depkes (2002), status gizi
merupakan tanda-tanda penampilan
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat
gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi
pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan
indikator yang digunakan.
Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang penting adalah terpenuhi
semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut.
C.
Masalah
Gizi di Indonesia
Masalah gizi di
Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah
Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas
terutama di kota-kota besar.
Saat
ini belum banyak data mengenai status gizi anak-anak Indonesia. Padahal status
gizi anak-anak ini turut mempengaruhi sumber daya yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Hasil studi South East Asia Nutrition Survey (SEANUTS) yang melibatkan
4 negara di Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Thailand ini
dilakukan untuk mengetahui status gizi anak sehingga nantinya dapat menyusun
program intervensi yang tepat.
Hasil survei ini mendapati beberapa fakta baru mengenai status gizi yang dimiliki oleh anak-anak Indonesia, yaitu:
Hasil survei ini mendapati beberapa fakta baru mengenai status gizi yang dimiliki oleh anak-anak Indonesia, yaitu:
1. Prevalensi
kekurangan vitamin A sudah jauh menurun, tingkat kekurangan vitamin A pada anak
usia 24-59 bulan sebesar 0,6 persen dan usia 5-12 tahun sebesar 0,7 persen.
2. Kadar
vitamin D di bawah 40 nmol/L pada anak usia 24-59 bulan adalah 11,9 persen dan
anak usia 5-12 tahun sebesar 12,5 persen. Sedangkan untuk kadar vitamin D di
bawah 50 nmol/L pada anak usia 24-59 bulan sebesar 41,4 persen dan anak usia 5-12
tahun sebesar 46,7 persen.
3. Prevalensi
anemia berdasarkan pengukuran hemoglobin pada anak usia 24-59 bulan adalah 13,4
persen dan anak usia 5-12 tahun sebesar 12,7 persen. Sedangkan prevalensi
anemia berdasarkan kadar ferritin dalam darah pada anak usia 24-59 bulan adalah
13,2 persen dan anak usia 5-12 tahun adalah 3,7 persen.
4. Ekskresi
iodium kategori defisiensi (kurang 100 mcg/L) adalah 11,5 persen, sedangkan
ekskresi iodium kategori lebih dari cukup (lebih dari 200 mcg/L) adalah 14,9
persen.
5. Anak
laki-laki yang tinggal di daerah pedesaan lebih aktif dari anak perempuan,
sebaliknya anak perempuan yang tinggal di daerah perkotaan lebih aktif dari
anak laki-laki.
6. Kondisi
stunting parah lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibanding perempuan
dengan perbedaan sekitar 2,2 persen pada usia balita, sedangkan untuk usia 5-12
tahun perbedaanya sebesar 2,2 persen.
7. Sekitar
1,1 persen anak di pedesaan mengalami kondisi gizi buruk parah, sedangkan
sekitar 6,9 persen mengalami kondisi gizi buruk. Pada kondisi ini seseorang
kehilangan jaringan lemak dan otot akibat tubuh mengalami kondisi kekurangan
gizi yang bersifat akut.
Di samping
masalah tersebut di atas, diduga ada masalah gizi mikro lainnya sepeni
defisiensi Zink yang sampai saat ini belum terungkapkan, karena adanya
keterbatasan Iptek Gizi, Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama KEP,
masih lebih tinggi daripada negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1995 sekitar 35,4%
anak balita di Indonesia menderita KEP (persen median berat menurut umur
<80%).>
Suatu penyakit
timbul karena tidak seimbangnya berbagai faktor, baik dari sumber penyakit (agens),
pejamu (host) dan lingkungan (environment). Hal itu disebut juga
dengan istilah penyebab majemuk (multiple causation of diseases) sebagai
lawan dari peiiyebab tunggal (single causation).
D.
Program-program Gizi
·
PROGRAM PERBAIKAN GIZI
MASYARAKAT
Tujuan program: meningkatkan kesadaran gizi
keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan anak Balita.
Kegiatan pokok dan kegiatan indikatif program ini meliputi:
1. Peningkatan pendidikan gizi;
a.
Menyiapkan kerangka kebijakan
dan menyusun
strategi pendidikan gizi masyarakat;
b. Mengembangkan materi KIE gizi;
c.
Menyebarluaskan materi
pendidikan melalui
institusi pendidikan formal, non
formal, dan institusi
masyarakat;
d.
Menyelenggarakan promosi
secara berkelanjutan;
e. Meningkatkan kemampuan melalui pelatihan teknis
dan manajemen;
f. Pembinaan dan peningkatan kemampuan petugas dalam program perbaikan gizi.
2.
Penanggulangan kurang energi protein
(KEP),
anemia gizi besi,
gangguan
akibat kurang yodium
(GAKY), kurang
vitamin A,
dan kekurangan
zat gizi mikro lainnya;
a.
Pemantauan
dan promosi
pertumbuhan;
b. Intervensi gizi
yang meliputi pemberian makanan tambahan, suplementasi obat program, dan fortifikasi bahan makanan;
c. Tatalaksana kasus kelainan gizi;
d. Pengembangan teknologi
pencegahan dan
penanggulangan masalah gizi kurang;
e.
Melakukan pendampingan.
3.
Penanggulangan gizi lebih;
a.
Penyusunan
kebijakan penanggulangan gizi lebih;
b.
Konseling gizi;
c. Pengembangan teknologi pencegahan dan
penanggulangan masalah
gizi lebih.
4.
Peningkatan surveilens gizi;
a. Melaksanakan dan mengembangkan PSG, PKG, serta pemantauan status gizi lainnya;
b. Meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB;
c. Meningkatkan SKPG secara lintas sektor;
d.
Pemantauan dan evaluasi program gizi;
e.
Mengembangkan jejaring informasi gizi.
5. Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga
sadar gizi;
a.
Fasilitasi
upaya pemberdayaan
keluarga antara lain melalui
kader keluarga, positif deviant (pos gizi), kelas ibu;
b.
Menjalin kemitraan dengan lintas sektor, LSM, dunia usaha dan masyarakat;
c. Mengembangkan
upaya- upaya
pemberdayaan ekonomi kader
dan keluarga
d.
Fasilitasi revitalisasi
Posyandu;
e.
Advokasi program gizi;
f. Mengembangkan pemberdayaan masyarakat di bidang gizi
E.
Kelebihan
dan kelemahan program gizi di Indonesia
Khusus
untuk program perbaikan gizi masyarakat secara umum ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan, kesadaran dan keinginan masyarakat dalam mewujudkan kesehatan yang optimal
khususnya pada bidang gizi, terutama bagi golongan rawan dan masyarakat yang
berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota.
Kegiatan pokok Departemen Kesehatan dalam menginplementasikan Perbaikan
Gizi Masyarakat meliputi, peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan Kurang
Energi Protein (KEP), anemia gizi besi, Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY),
kurang Vitamin A, dan kekurangan zat gizi lebih, peningkatan surveillance gizi,
dan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi
(Perpres, 2007).
Adapun
sasaran pokok program Perbaikan Gizi Masyarakat yakni : Menurunnya Prevalensi
kurang gizi pada balita, terlaksananya penanggulangan Kurang Energi Protein
(KEP), anemia gizi besi, Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), kurang Vitamin A, gizi lebih, dan meningkatkan jumlah keluarga yang sadar
akan gizi (Depkes RI, 2004).
Dalam
pelaksanaan kegiatan ini Departemen Kesehatan melakukan beberapa kegiatan
meliputi: Penimbangan bulanan anak balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS), pendidikan gizi dan kesehatan bagi ibu-ibu dari
anak-anak balita tersebut pada saat ke posyiandu atau sebelum dan sesudah
dilakukannnya posyiandu, demonstrasi memasak makanan yang memenuhi pensyaratan
gizi yang baik atau anak balita, terutama yang menderita gizi buruk, dan
pemberian paket pertolongan gizi untuk mereka yang
memerlukan, yang terdiri dari pemberian vitamin A dosis tinggi kepada anak
balita, tablet besi, garam beryodium dan garam oralit
(Depkes RI, 2004).
Status
gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status anak balita dan wanita
hamil. Oleh karena itu sasaran dari program perbaikan gizi masyarakat ini
berdasarkan siklus kehidupan yaitu dimulai dari wanita usia subur, dewasa, ibu
hamil, bayi baru lahir, balita, dan anak sekolah.
·
Masalah Gizi Masyarakat Indonesia
a.
Berat
Bayi lahir Rendah (BBLR)
b.
Gizi
Kurang pada Balita
c.
Gangguan
Pertumbuhan
d.
Kurang
Energi Kronis (KEP) pada Wanita Usia Subur (WUS)
e.
Ibu
Hamil (Bumil)
Pokok
masalah di masyarakat yakni kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung
maupun tidak langsung dan yang menjadi akar masalah yakni kurangnya
pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya
masyarakat terkait dengan
meningkatnya pengangguran, inflasi dan
kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial
yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut teleh memicu
munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan
keluarga yang tidak memadai (Depkes, 1999).
Keadaan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi. Tingkat
konsumsi
ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan, Kualitas hidangan
menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh
di dalam susunan hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukkan
kuantum masing-masing zat gizi
terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan
tubuh
akan mendapat kondisi kesehatan
gizi yang
sebaik-baiknya disebut konsumsi adekurat.
Upaya perbaikan gizi masyarakat telah lama dilakukan di Indonesia. UPGK usaha keluarga untuk memperbaiki gizi
seluruh
anggota keluarga terutama
golongan yang rawan. Usaha ini
dilakukan
dengan
pengawasan dan bimbingan
serta dukungan dari berbagai sektor secara terkoordinasi dan merupakan bagian pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Nita, 2008).
Ada beberapa jenis usaha yang dilakuka n oleh pemerintah, antara lain :
·
Program perbaikan gizi,
·
Program Makanan Tambahan
·
Program Fortifikasi Pangan (Nita, 2008).
Masalah gizi adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh siapaun juga.
Oleh karena itu harus dengan cara untuk menanggulanginya melalui berbagai tindakan. Keterlambatan dalam memberikan pelayanan gizi akan berakibat
kerusakan yang sukar atau malahan tidak dapat ditolong (Nita, 2008).
Masalah
gizi masyarakat bukan semata-mata masalah masyarakat meskipun
akibat dari kekurangan gizi pada umumnya adalah menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Masalah
gizi masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi
makanan rakyat. Karena itulah program peningkatan gizi memerlukan pendekatan
dan
penggarapan diberbagai disiplin, baik jenis produksi, pertanian dan lain
sebagainya. (Nita, 2008).
Program program
perbaikan gizi yang dibentuk sudah sepenuhnya menanggulangi masalah gizi yang
ada di Indonesia akan tetpi jangkauan masalah gizi belum sepenuhnyaa teratasi
sebab sudah timbul masalah gizi baru sebelum terselesaikannya masalah gizi
lama. Pada Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993, telah terungkap bahwa
Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum
dapat diatasi secara menyeluruh, udah muncul masalah baru, yaitu berupa gizi
lebih.
Indonesia dan
negara-negara berkembang lainnya memiliki problematika kesehatan yang unik,
yaitu tingginya kasus kekurangan gizi namun di sisi lain juga banyak mengalami
kasus kelebihan gizi. Kedua masalah ini sama-sama dapat memicu gangguan
kesehatan yang membutuhkan penanganan medis. Masalah kekurangan gizi kebanyakan
disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dan penyakit infeksi.
Sedangkan masalah kelebihan gizi kebanyakan yang dihadapi berupa kelebihan
berat badan dan obesitas. Kelebihan gizi atau overnutrisi berisiko menyebabkan
penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, stroke dan kanker.
II.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Program
Program gizi di Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mengatasi
permasalahn gizi yang ada. Masalah gizi masyarakat bukan
semata-mata masalah masyarakat meskipun akibat dari kekurangan gizi pada umumnya adalah menurunnya tingkat kesehatan
masyarakat. Masalah gizi masyarakat pada dasarnya adalah masalah
konsumsi makanan rakyat. Karena itulah program peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan diberbagai disiplin, baik jenis produksi, pertanian dan lain
sebagainya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar