TUGAS TERSTRUKTUR
DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN
EKSTRUSI
Oleh :
Novi Witanti NIM A1M011014
Setia Hikmatul M NIM A1M011015
Pozel Saputro NIM A1M011016
Angga Rahmad S NIM A1M011017
Ulan Afriyanty D NIM A1M011018
Nerissa Arviana NIM A1M011019
Umi Latifah NIM A1M011020
Arimah NIM A1M011021
KEMENTERIAN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
ILMU DAN TEKNOLOGI
PANGAN
PURWOKERTO
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pemanfaatan sumberdaya
pertanian di beberapa Negara berkembang masih sangat kurang. Salah satu cara
untuk meningkatkan sumberdaya pertanian tersebut adalah dengan cara
penganekaragaman cara pengolahan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai jual
dan manfaat hasil pertanian.
Teknologi ekstrusi
memungkinkan kita untuk melakukan serangkaian pengolahan, seperti: mencampur,
menggiling, memasak, mendinginkan, mengeringkan dan mencetak dalam satu
rangkaian proses saja. Berbagai proses didalam satu mesin meupakan salah satu
bentuk efisiensi yang dapat mengurangi biaya produksi bagi suatu industri.
Selain itu, teknologi ekstrusi memiliki beragam modifikasi proses sehingga
dapat menghasilkan produk yang diinginkan. Hal-hal tersebut yang mendasari
teknologi ekstrusi diaplikasikan secara luas, termasuk dalam pengolahan pangan.
Mutu produk ekstrusi
dipengaruhi oleh variable bebas dan variable tidak bebas di dalam suatu proses
ekstrusi. Variable bebas merupakan parameter yang secara langsung dapat
dikontrol oleh operator mesin ekstrusi, sedangkan variable tidak bebas
merupakan parameter yang dapat berubah mengikuti perubahan variable bebas.
Formula bahan baku, kadar air bahan baku, kecepatan masuk bahan, kecepatan ulir
ekstruder, suhu barrel dan konfigurasi ekstruder merupakan contoh dari variable
bebas. Energy mekanik, kadar air produk, suhu pada saat proses, waktu tunggu
dan tekanan di dalam ekstruder merupakan contoh dari variable tidak bebas.
Pada proses ekstrusi
kali ini diaplikasikan pada pembuatan tepung beras dan ikan. Proses ekstrusi
yang dilakukan pada keduanya dapat mempengaruhi variable yang terdapat pada
pencampuran tepung beras dan ikan.
B.
Manfaat
1. Mengetahui
jenis mesin ekstruder pada pengolahan yang dilakukan.
2. Mengetahui
variable yang terjadi pada mesin ekstrusi.
3. Mengetahi
tahap-tahap pada proses ekstrusi
4. Mengtahui
pengaruh pengolahan proses ekstrusi pada produk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Seiring dengan pesatnya perkembangan
ilmu dan teknologi pada bidang pengolahan makanan juga sebagai jawaban dari
tuntutan masyarakat luas akan tersedianya produk makanan yang mudah disajikan,
aman, bergizi, memiliki karakteristik organoleptik yang menarik serta
terjangkau, maka teknologi ekstrusi semakin berkembang dan diminati oleh kalangan
pengolah makanan. Teknologi ekstrusi bukanlah teknologi yang baru tetapi telah
lama ditemukan dan terusberkembang hingga saat ini. Pada awalnya prinsip
ekstrusi ini banyak digunakan untuk keperluan-keperluan yang berkaitan dengan
industri logam, polimer, plastic dan produk makanan pasta, namun karena
prinsipnya yang sama, maka dapat pula diterapkan pada proses pengolahan
produk-produk makanan secara luas.
Berkembangnya teknologi ekstrusi pada
bidang pengolahan produk makanan juga ternyata dikarenakan banyaknya
keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan teknologi ini.
Teknologi ekstrusi memungkinkan kita untuk melakukan serangkaian proses
pengolahan seperti mencampur, menggiling, memasak, mendinginkan, mengeringkan
dan mencetak dalam satu rangkaian proses saja. Belum lagi produk makanan yang
dihasilkan oleh teknologi ini sangat beragam. Teknologi ekstruksi berperan
penting di industri pangan karena merupakan proses yang bersifat efisien.
Ekstruksi adalah suatu proses yang mengkombinasikan beberapa poses meliputi
pencampuran, pemasakan, pengadonan, penghancuran, pencetakan, dan pembekuan.
Teknik ekstruksi dapat berupa pengolahan suhu rendah seperti pada pasta, atau
pengolahan suhu tinggi pada pengolahan makanan ringan. Tekanan digunakan dalam
ekstruder berfungsi mengendalikan bentuk, menjaga air dalam kondisi cair yang
sangat panas, dan meningkatkan pengadukan.
Fungsi pengolahan dengan ekstruksi juga
mencakup separasi, pendinginan dan pemanasan, penghilangan senyawa volatildan
penurunan kadar air, pembekuan citarasa dan bau, enkapsulasi, sterilisasi serta
Pemasakan ekstruksi dengan proses suhu tinggi waktu pendek (HTST, high
temperature short time) dapat mencegah kontaminasi mikroba dan inaktivasi enzim
(Eastiasih.2009).
Teknologi pemasakan ekstrusi dalam
pabrik pangan berkembang dengan sangat pesat. Hal tersebut dikarenakan
pemasakan ekstrusi menawarkan produk yang sangat seragam, peralatannya mudah
diautomatisasi maupun di bongkar pasang, tidak banyak limbah, dan produk
akhirnya dapat diatur sesuai dengan keinginan.
Menurut Badan Standardisasi Nasional
(2000) yang dimaksud dengan makanan ringan ekstrudat ialah makanan ringan yang
dibuat melalui proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati untuk
pangan dengan penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain
yang diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan. Salah satu produk
ekstrusi yang saat ini banyak
dikembangkan di Indonesia adalah produk-produk
pasta dan sejenisnya, termasuk serbuk minuman, biskuit,
kraker, produk crispy serupa roti, breadcrumb, crouton, bahan
makanan kaya serat dan untuk keperluan diet, pasta siap saji, sup yang
dikeringkan dan produk siap saji lainnya, produk-produk makanan dengan
kandungan air sedang, liquorice dan produk kembang gula lainnya, makanan
hewan, snack, TVP, makanan bayi dan berbagai produk lainnya. Makanan
ringan tersebut seakan-akan tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan
sehari-hari, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.
Oleh karena itu, diperlukan perhatian
kandungan gizi yang terkandung dalam makanan ringan tersebut. Sebagai
alternatif sumber protein pada makanan ringan produk ekstrusi bias berasal dari
sumber protein hewan. Seperti yang kita tahu, protein pada hewan memiliki kandungan
protein yang sangat bagus. Salah satu sumber protein yang cukup berpotensi dan
layak untuk dikembangkan adalah ikan, karena kandungan proteinnya cukup tinggi
yaitu sekitar 15-24% ,
harganya relatif lebih murah dibandingkan sumber protein hewani lainnya, dan
ketersediannya cukup melimpah di Indonesia. Bahan pencampur dari daging ikan juga perlu
diperhatikan, jenis tepung apa saja yang akan menghasilkan produk ekstrusi daging
ikan yang terbaik. Selain itu jenis ikan juga akan mempengaruhi produk
akhir, kesemuanya itu akan
mempengaruhi kadar protein, daya serap minyak dan
daya serap air produk. Hasil
analisis asam amino diketahui bahwa tepung ikan
hasil pemasakan ekstrusi
rata-rata kekurangan asam amino metionin, leusin,
fenilalanin dan tirosin
tetapi mengandung glutamat dan lisin dalam jumlah yang
cukup tinggi. Menurut hasil
perhitungan statistik, jenis ikan berpengaruh nyata
terhadap kandungan protein,
kekerasan produk yang dicobakan. Sedangkan
jenis bahan campuran
berpengaruh terhadap kadar protein tepung hasil ekstrusi,
daya serap air, aktivitas
emulsi, indeks dispersibilitas, daya cerna protein, rasa
produk dan kandungan protein
produk.
Ekstrusi sendiri merupakan proses
pembentukan produk melalui penekanan sebelum dipaksa keluar melalui die (lubang
pencetakan), bahan tersebut umumnya dipanaskan sedemikian rupa sehingga rasa
mentahnya hilang. Dua faktor penting yang mempengaruhi produk ekstrusi
(ekstrudat) adalah kondisi operasi dari ekstruder dan pemilihan reologi pangan.
Parameter penting dalam pengoperasian ekstruder adalah temperatur, tekanan,
diameter lubang pencetakan dan shear rate. Pemilihan bahan pangan berpengaruh
penting pada tekstur dan warna ekstrudat. Alat pengekstrusi adalah reaktor
dengan aliran tka terputus (kontinu) serta mempunyai kelembaman yang rendah.
Molekul - molekul bahan pangan yang besar seperti karbohidrat dan protein
mengalami gelatinisasi dan denaturasi menyusun aliran dalam ulir pengekstrusi
dan cetakan. Pada suhu yang semakin tinggi, molekul - molekul ini membentuk
ikatan silang menjadi struktur telah berubah dan dapat mengembang. Struktur
makromolekul dari pati dan protein mengembang dan menghasilkan massa
viskoplastik.
Prinsip
ekstrusi dalam pengolahan makanan yaitu dengan menggabungkan proses pendorongan
bahan, pencampuran dan pembentukan bukanlah hal yang baru. Prinsip ekstrusi
telah diterapkan dalam industri makanan sejak tahun 1930an untuk pembuatan
pasta. Pada tahun-tahun berikutnya diterapkan pada industri kembang gula,
industri roti dan kue, terutama pada proses frosting kue. Pada tahun
1950, kemudian digunakan juga untuk produksi sereal, campuran minyak
biji-bijian untuk industri pakan. Proses-proses pengolahan tersebut merupakan
teknologi ekstrusi pada generasi pertama. Pada tahun 1960an teknologi ini
digunakan untuk mengubah ikatan silang dan mengikat biopolimer untuk membuat
protein nabati bertekstur. Terobosan ini menyediakan pengetahuan dasar bagi
ekstrusi HTST (High Temperature Short Time) modern yang memungkinkan
diciptakannya produk-produk baru pada industri makanan. Prinsip penerapannya
pada industri makanan umumnya berdasarkan pada gelatinisasi pati, pembentukan
kompleks lemak-pati, denaturasi dan teksturisasi protein, pengikatan, reaksi
kimia dan biokimia, pengaruh tekanan/penggilingan dan pengembangan (Linko, et.
al. dalam Jowitt, 1982).
Ekstrusi
telah berkembang penerapannya untuk beragam produk yang perlu
dimasak/dimatangkan. Salah satu kunci dalam beranekaragamnya hasil produk
ekstrusi terletak pada bagian die-nya, dimana dari sinilah bahan akan
didorong keluar. Fungsi die dalam pembuatan produksi pasta telah
meningkatkan keragaman penggunaannya dalam menghasilkan produk dengan berbagai
macam bentuk, kandungan air dan konsistensi (Holmes, 2007).
Keuntungan
yang diperoleh dari mengolah makanan dengan menggunakan ekstruder diantaranya
ialah Serbaguna (mampu melakukan berbagai macam proses pengolahan dalam satu
alat saja dan mampu menghasilkan jenis produk yang sangat beragam).
Produktivitas produk yang dihasilkan tinggi (mampu melakukan pengolahan berkesinambungan).
Biaya operasional relatif murah. Proses pengolahan dalam ekstruder memungkinkan
resiko mesin untuk overheat rendah. Kualitas produk makanan yang
dihasilkan tinggi (proses pengolahan HTST menyebabkan terjadinya degradasi yang
minimal pada kebanyakan bahan makanan). Efisien dalam penggunaan energi. Tidak
menghasilkan limbah atau polutan (Baianu, 1992).
Ang
et. al.,(1984) menyatakan bahwa ekstrusi adalah proses yang memiliki potensi
yang besar dalam memproduksi makanan suplemen yang cocok dalam program-program
untuk memperkaya gizi melalui produk makanan.
Keuntungan
menggunakan proses ini diantaranya ialah :
· Bagian
pati dari bahan yang diolah tergelatinisasi penuh yang menyebabkan produk
makanan menjadi mudah untuk dicerna.
· Menjamin
penyebaran yang merata bahan-bahan seperti protein, vitamin, mineral dan bahan
tambahan lainnya bersama karbohidrat di seluruh campuran bahan.
· Mengurangi
jumlah kehilangan kandungan gizi bahan dan meminimalkan kerusakan pada kualitas
protein.
· Tekstur
dan bentuk bahan mentah yang tadinya keras, tidak berbentuk, berpasir, tidak
menarik, dsb., berubah menjadi produk akhir dengan tekstur dan bentuk sesuai
dengan yang kita inginkan.
· Bahan
baku utama yang mengandung pati tersedia dengan luas.
· Produk
ekstrusi yang dikemas dengan benar mempunyai daya simpan yang baik tanpa harus
disimpan pada suhu rendah.
· Proses
ekstrusi merupakan proses termodinamika yang efisien, energy yang dibutuhkan
untuk menghasilkan per ton bahan lebih rendah dibandingkan dengan bahan yang
sama dan diolah dengan proses pemasakan dalam bentuk lainnya.
· Biaya
operasionalnya rendah, membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja dan memerlukan
luas lahan yang kecil.
· Jalur-jalur
proses pada ekstruder mudah sekali untuk dibongkar-pasang. Hal ini penting
untuk keperluan pembersihan dan mobilitas alat. Bila pengolahan yang dilakukan
memenuhi persyaratan sanitasi yang benar maka produk yang dihasilkan relatif
bebas dari bakteri, serangga, larva dan patogen lainnya.
· Proses
ekstrusi bebas polusi dan bahan mentah dimanfaatkan seluruhnya tanpa adanya
limbah yang tidak diinginkan atau zat-zat yang berbahaya bagi lingkungan.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Bahan
Bahannya menggunakan Ikan laut tropis, Bombay duck (Harpodon nehereus) yang dikeringkan,
ditumbuk menjadi bubuk dan dilewatkan pada saringan 353 µm dan dipilih.
Kemudian menggunakan tepung beras dengan berbagai ukuran partikel yang setara.
Komposisi terdekat dari ikan dan tepung beras disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi
terdekat ikan dan tepung beras
|
|
Komposisi terdekat (wet basis)
%
|
||||
|
moisture
|
fat
|
protein
|
abu
|
karbohidrat
|
|
|
Tepung beras
|
12.14
|
0.68
|
7.56
|
0.93
|
78.69
|
|
Tepung ikan
|
8.50
|
2.45
|
86.46
|
1.09
|
1.5
|
B.
Ekstrusi
Extruder yang digunakan adalah model Single Screw Extruder,
extruder yang dikembangkan sebelumnya untuk pengolahan aquafeed, serta cemilan
(snack) atau makanan untuk dikonsumsi manusia. Untuk percobaan ini, suhu barel
dipertahankan di tengah dan akhir 20 cm pada bagian long feed, suhu 1000C
dipertahankan 10 cm pada bagian long metering dan bervariasi sampai suhu yang
diinginkan dari 100, 125, 150, 175 atau 2000C pada 5 cm bagian long
die-head. Setiap bagian dilengkapi dengan gasket untuk mencegah perpindahan
panas dari satu bagian ke bagian lain. Bagian barel extruder dipanaskan dengan
kuarsa (quartz) berbasis pita pemanas dengan memuat kapasitas 200 W/m. Suhu
dikontrol atau dikendalikan dengan pengendali/pengontrol suhu. Suhu ditentukan
dengan 1.5mm diameter konstanta tembaga termokopel, yang berfluktuasi dalam
±1.0C. Tiga indikator suhu dan pengendali disediakan untuk feed inlet, metering
dan bagian die-head. Variabel - variabel desain berikut yang konstan selama
ekstrusi : panjang diameter rasio yaitu 14, diameter die 4 mm dan panjang die
15 mm. Variabel - variabel yang digunakan antara lain adalah suhu barrel,
kecepatan skrew, kadar kelembaban feed, dan kandungan atau isi ikan yaitu
persentase bubuk ikan dalam feed. Tingkat variabel yang tetap pada :
temperature barel yaitu 100, 125, 150, 175 atau 2000C,
kecepatan skrew yaitu 70, 80, 90, 100 atau 110 putaran/menit, kandungan
atau isi ikan = 5, 15, 25, 35 atau 45% dan kadar kelembaban feed
= 20, 30, 40, 50 atau 60%.
Menghitung antara campuran bubuk ikan dan tepung beras
dengan baik, disesuaikan dengan kadar air yang diinginkan dengan menambahkan
air. Perawatan diambil untuk meminimalkan penyimpangan aliran dalam extruder.
Selama ekstrusi, output diambil sebagai ekstrudat untuk dianalisis. Pasta
dengan kadar air 50-60% dimasukkan ke dalam ekstruder dengan menerapkan tekanan
manual untuk memaksa agar terus melalui pembukaan hopper. Desain dari extruder
disesuaikan dengan jarak skrew minimal 2 mm berdasarkan rasio kompresi 3 : 1.
Jarak skrew minimal 2 mm dapat mencegah kebocoran arus dan dapat menghasilkan
output atau keluaran dengan keadaan stabil dan lancar. Ekstrudat kemudian
dikeringkan pada suhu 60 - 650C dalam 2 - 2.5 jam. Ekstrudat yang
kering dengan kadar air 7 - 15% kemudian dikemas, ditutup dengan plastik
polietilen dan disimpan dalam wadah kedap udara. Kadar air dari ekstrudat diuji
secara berkala dan divariasikan antara7 dan 9%.
C.
Properti Ekstrudat
Diametral Rasio Ekspansi (ER) dihitung dengan membagi diameter
dari ekstrudat dengan die nozzle. Nilai masing-masing adalah rata-rata dari 10
penentuan acak. Diametral Rasio Ekspansi dihitung dengan persamaan :
di mana : D = diameter silinder ekstrudat
d = diameter die
Bulk density (kepadatan massal) ekstrudat dari pengeringan
individual, silinder ekstrudat diperkirakan dengan membagi massa panjang yang
dipilih dari ekstrudat dengan volumenya. Panjang yang bervariasi 3,0 - 8,0 cm
yang dikalikan dengan rata-rata daerah cross-sectional untuk memberikan volume.
Kekerasan dari ekstrudat kering ditentukan dari puncak
perpindahan plot ekstrudat selama shearing. Untuk crosshead-prespeed, kecepatan
dan postspeed yaitu masing-masing 1.00, 0.50 dan 5.00 mm/menit. Skala penuh
beban yaitu 5 atau 10 kg tergantung pada kekerasan ekstrudat. Pisau potong
(shear blade) yang digunakan tebalnya 1,22 mm dengan sudut potong 900.
Single ekstrudat silinder ditempatkan pada dinding yang dipotong menjadi dua
bagian oleh pisau potong dan gaya atau tenaga maksimum selama pemotongan.
WSI ditentukan mengikuti metode Anderson (1969).
Ekstrudat seluruhnya melewati saringan 177 µm dan bubuk dipertahankan pada
saringan 250 µm BIS mesh yang digunakan untuk
perkiraan WSI. Ukuran saringan ini sesuai atau setara dengan 60 dan 80
mesh dalam United State mesh. Dua gram ekstrudat bubuk itu dicampur dengan 25
ml air dan diaduk selama 30 menit. Campuran disentrifugasi pada 3000 x g (
dimana g = 9,81 m/s2 ) selama 10 menit. Soluble-solids dalam
supernatant diperkirakan untuk menentukan WSI dengan persamaan :
D.
Desain
Eksperimental
Untuk melengkapi data analisis dengan Response Surface
Methodology (RSM), gabungan lima level pusat desain (Tabel 2) digunakan dan
merupakan variabel independen yang dibuat dalam lima level posisi yang
mengakibatkan 31 ekstruder berjalan.
Sebuah model respon orde kedua dipilih untuk memperoleh
persamaan regresi.

Dimana y
merupakan variabel dependen, xi dan xj adalah variabel
independen kode, b0, bi dan bj adalah
koefisien, n adalah jumlah variabel
independen dan
adalah kesalahan yang tidak teramati. Empat
variabel independen yang memadai dijelaskan dalam persamaan di atas untuk
menentukan dampak akibat perubahan variabel bebas. Hasil dari empat sifat
disajikan dalam tabel 3. Stabilitas data eksperimen diamati dengan menghitung
Coefficient variation (CV) dengan persamaan sebagai berikut :
Tabel 2. Aktual dan
kode level analisis Response Surface
|
Variabel
|
Kode
|
Kode level
|
||||
|
-2
|
-1
|
0
|
1
|
2
|
||
|
Temperature barel (0C)
|
X1
|
100
|
125
|
150
|
175
|
200
|
|
Kecepatan skrew (putaran/menit)
|
X2
|
70
|
80
|
90
|
100
|
110
|
|
Isi kandungan ikan (%)
|
X3
|
5
|
15
|
25
|
35
|
45
|
|
Kadar kelembaban feed (%)
|
X4
|
20
|
30
|
40
|
50
|
60
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
Ekstrusi merupakan kombinasi beberapa
unit operasi seperti mixing, kneading, shearing, shaping & forming, dan
cooking. Mesin yang digunakan pada proses ekstrusi adalah ekstruder. Ekstruder
yang biasanya tersedia di pasaran adalah dari jenis ekstruder ulir tunggal
(single screw extruder/SSE) dan ekstruder ulir ganda (twin screw extruder/TSE)
yang dapat digunakan secara luas pada produksi bahan-bahan makanan komersial.
Model twin screw extruder (TSE) lebih sering dipilih oleh perusahaan-perusahaan
pengolah makanan. Model ini merupakan pilihan yang tepat untuk melakukan
diversifikasi jenis-jenis makanan, dikarenakan kemampuannya yang baik dalam
mengatur daya tekan mekanis dan daya giling efektif pada adonan di dalam
selubung mesin ekstruder (barrel).
Dalam
jurnal “Process Variables
During Single-Screw Extrusion Of Fish
And Rice-Flour Blends” ini proses ekstrusi dilakukan
pada campuran ikan dan tepung beras, dengan menggunakan jenis ekstruder ulir
tunggal (Single Screw Ekstruder / SSE).
Pada umumnya zona operasi pada SSE (tergantung spesifikasi mesin)
terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
a.
Solid
transport zone yang terletak di bawah hopper/feeder.
Pada zona ini bahan
digerakkan dalam bentuk bubuk atau granula. Berhubung output produk yang
dihasilkan harus sama dengan input bahan yang dimasukkan maka perencanaan yang
buruk pada zona ini akan membatasi output yang dihasilkan.
b.
Melting
zone.
Pada zona ini bahan
padat akan dipanaskan
c.
Pump zone.
Pada bagian pertama
zona ini, tinggi saluran berkurang disebabkan oleh peningkatan diameter dari
ulir. Pada zona ini bahan mengalami tekanan untuk mengurangi jumlah ruang-ruang
kosong pada bahan. Pada bagian kedua zona ini yang disebut juga sebagai
metering zone, bahan digerakkan dan dihomogenisasi lebih lanjut. Pada beberapa
ekstruder peningkatan tekanan terjadi di zona ini.
Pada jurnal ini dilakukan penelitian proses ekstrusi campuran
tepung ikan dan tepung beras yang dilakukan pada berbagai variable, yaitu suhu
barel antara 100 – 200o C, kecepatn ulir antara 70-100 putaran per
menit, kandungan ikan 5-45%, dan kadar air berkisar antara 20-60%. tujuannya
adalah untuk mempelajari pengaruh kecepatan ulir serta variable proses lainnya
pada sifat ekstrudat. Penelitian dilakukan pada tingtan variable, yaitu suhu
barel 100, 125, 150, 175, atau 200oC, kecepatan ulirnya 70, 80, 90,
100 atau 110 putaran per menit, kandungan ikan 5,15, 25, 35 atau 45 %;
kelembaban bahan 20, 30, 40, 50, atau 60 %.
EXPERIMENTAL DATA FOR EXPANSION
RATIO (ER), BULK DENSITY
(BD), HARDNESS (H) AND WATER SOLUBILITY INDEX (WSI) BASED
ON ROTATABLE EXPERIMENTAL DESIGN
|
Expt. n
|
o. Barrel temperatur C (x1)
|
Screw spe
e, rev/min (x
|
ed, Fish conte
2) of feed, %
|
nt Feed moisture
(x3) content % (x4)
|
ER
|
CV, %
|
BD, kg/m3
|
CV, %
|
H, N
|
CV, %
|
WSI, %
|
CV, %
|
|
A
|
125
|
80
|
15
|
30
|
1.21
|
0.06
|
1017
|
1.79
|
36.77
|
4.73
|
4.831
|
2.28
|
|
B
|
125
|
80
|
15
|
50
|
1.38
|
1.01
|
638
|
2.51
|
17.78
|
15.60
|
5.988
|
1.22
|
|
C
|
125
|
80
|
35
|
30
|
1.38
|
1.18
|
725
|
3.51
|
51.09
|
3.90
|
6.349
|
1.55
|
|
D
|
125
|
80
|
35
|
50
|
1.50
|
3.80
|
465
|
6.32
|
20.37
|
10.60
|
6.832
|
1.81
|
|
E
|
125
|
100
|
15
|
30
|
1.10
|
5.79
|
1044
|
1.10
|
34.61
|
4.63
|
4.730
|
1.85
|
|
F
|
125
|
100
|
15
|
50
|
1.27
|
1.65
|
790
|
3.72
|
29.20
|
4.92
|
5.617
|
2.32
|
|
G
|
125
|
100
|
35
|
30
|
1.16
|
1.40
|
928
|
1.39
|
61.52
|
2.14
|
5.192
|
2.64
|
|
H
|
125
|
100
|
35
|
50
|
1.27
|
1.10
|
679
|
3.72
|
45.24
|
3.52
|
7.817
|
1.75
|
|
I
|
175
|
80
|
15
|
30
|
1.38
|
1.56
|
768
|
2.15
|
36.07
|
4.24
|
5.825
|
2.11
|
|
J
|
175
|
80
|
15
|
50
|
1.69
|
1.73
|
575
|
6.31
|
27.61
|
5.89
|
5.30
|
0.03
|
|
K
|
175
|
80
|
35
|
30
|
1.44
|
4.79
|
711
|
2.12
|
56.23
|
2.45
|
6.372
|
0.14
|
|
L
|
175
|
80
|
35
|
50
|
1.76
|
2.45
|
640
|
4.59
|
35.59
|
6.07
|
6.102
|
1.58
|
|
M
|
175
|
100
|
15
|
30
|
1.32
|
1.23
|
860
|
5.02
|
24.64
|
4.93
|
3.922
|
2.34
|
|
N
|
175
|
100
|
15
|
50
|
1.69
|
0.08
|
714
|
2.42
|
17.23
|
4.64
|
3.845
|
2.19
|
|
O
|
17
|
100
|
35
|
30
|
1.50
|
1.44
|
456
|
5.51
|
55.34
|
1.53
|
6.387
|
2.07
|
|
P
|
175
|
100
|
35
|
50
|
1.82
|
0.89
|
387
|
4.30
|
28.45
|
3.36
|
7.856
|
1.52
|
|
Q
|
200
|
90
|
25
|
40
|
2.33
|
0.60
|
382
|
8.42
|
13.00
|
8.14
|
7.489
|
2.76
|
|
R
|
100
|
90
|
25
|
40
|
1.16
|
1.21
|
762
|
3.00
|
42.50
|
3.79
|
7.149
|
1.64
|
|
S
|
150
|
110
|
25
|
40
|
1.16
|
1.40
|
712
|
4.88
|
33.60
|
3.92
|
7.052
|
1.70
|
|
T
|
150
|
70
|
25
|
40
|
1.63
|
1.32
|
675
|
3.67
|
12.7
|
9.00
|
7.262
|
1.31
|
|
U
|
150
|
90
|
45
|
40
|
1.38
|
1.18
|
850
|
9.08
|
46.69
|
2.54
|
10.77
|
8.91
|
|
V
|
150
|
90
|
5
|
40
|
1.76
|
0.92
|
666
|
1.80
|
9.24
|
14.40
|
4.983
|
2.95
|
|
W
|
150
|
90
|
25
|
60
|
1.56
|
1.04
|
450
|
4.09
|
15.31
|
7.90
|
8.618
|
1.91
|
|
X
|
150
|
90
|
25
|
20
|
1.05
|
4.72
|
990
|
3.62
|
45.98
|
3.07
|
4.960
|
2.80
|
|
Y
|
150
|
90
|
25
|
40
|
1.10
|
1.48
|
630
|
2.59
|
20.85
|
6.18
|
7.763
|
2.61
|
Tabel 3 menyajikan data dari empat sifat
ekstrudat yang diperoleh pada percobaan dengan menggunakan extruder ulir
tunggal. Hasilnya dianalisis secara
statistik untuk memperoleh persamaan
regresi polinomial orde kedua.

Tabel
4 merangkum ketentuan
signifikan yang diperoleh dari ANOVA (Analysis of Variance) tersebut.
Persamaan linear suhu barel dan kelembaban pakan
yang signifikan untuk
kedua rasio ekspansi dan bulk density. Persamaan linear kandungan ikan
dan kelembaban pakan yang signifikan untuk kedua kekerasan dan WSI (Water Solubility Index).
Dalam istilah kuadrat,
hanya suhu yang signifikan untuk rasio ekspansi, sedangkan
variabel lain tidak signifikan. Tidak ada istilah interaktif
yang signifikan untuk salah satu sifat ekstrusi yang
dipilih. Signifikansi dari
proses variabel-variabel mirip dengan pengamatan yang dilakukan oleh
Giri dan Bandyopadhyay
(2000). Namun, dugaan bahwa kecepatan sekrup tidak
signifikan dikuatkan oleh hasil eksperimen dalam penelitian
ini.

Tabel
5 menyajikan persamaan
regresi dengan unit kode setelah menghapus istilah
tidak signifikan. Untuk mengetahui tentang efek rentang
yang lebih luas dari variabel ekstrusi pada sifat ekstrudat, permukaan respon
dan plot kontur disiapkan. Hasil yang khas disajikan sebagai plot pusat-titik
data pada Gambar. 1 -4 untuk properti ekstrudat yang dipilih.

Gambar 1 menunjukkan bahwa peningkatan
suhu oleh 10C, dari 180 sampai 190C dan mengurangi umpan-kelembaban konten sebesar 30%, dari 58 menjadi 28%,
menghasilkan peningkatan yang besar dalam rasio ekspansi. Ini merupakan pengaruh kelembaban
pakan yang bertentangan dengan pengamatan Giri dan
Bandyopadhyay (2000). Meskipun plot kontur
tidak berkumpul di
190C dan kadar air pakan 28%, rasio ekspansi maksimum 2,66 ditunjukkan. Peningkatan suhu extruder-barel dari 180 sampai 190C di kelembaban pakan kurang
dari
58% menghasilkan penurunan
dalam bulk density (Gambar 2).
190C dan kadar air pakan 28%, rasio ekspansi maksimum 2,66 ditunjukkan. Peningkatan suhu extruder-barel dari 180 sampai 190C di kelembaban pakan kurang
dari
58% menghasilkan penurunan
dalam bulk density (Gambar 2).
Oleh karena itu,
kelembaban pakan sekitar 28% dan suhu barrel
sekitar 190C akan
memaksimalkan rasio ekspansi dan meminimalkan kepadatan bulk ekstrudat.
Pada kelembaban umpan kurang dari 52,5% dan kandungan ikan sekitar 5%, penurunan kekerasan ekstrudat diamati (Gambar 3).
Pada kelembaban umpan kurang dari 52,5% dan kandungan ikan sekitar 5%, penurunan kekerasan ekstrudat diamati (Gambar 3).

Sebuah peningkatan
dalam WSI (Water Solubility Indeks) diamati ketika kelembaban pakan kurang dari 55% dan
kandungan ikan sekitar 40-42%
(Gambar 4).

Peta
kontur dari sifat
fisik ekstrudat, kecenderungan
konvergensi untuk rasio ekspansi maksimum, bulk densitas minimum dan
kekerasan minimum. Namun, WSI peta kontur menyatu
dengan nilai maksimum sebesar 11,5% pada kadar pakan air dari
35% dan kandungan ikan 41,37%.
Rasio ekspansi
dipengaruhi sebagian besar oleh suhu barel, dan juga kadar air. Penurunan kelembaban kurang dari 58% mungkin telah
meningkatkan gelatinisasi pati
dan mengakibatkan ekspansi lebih. Pada suhu barel
lebih besar dari 180C, tingkat gelatinisasi lebih
besar, meningkatkan tekanan dalam
extruder dan mengakibatkan
perluasan ekstrudat saat keluar dari die atau lubang pencetakan.
Beberapa peneliti menunjukkan perluasan pada sereal yang diekstrusi atau pati berbasis
makanan ringan adalah tergantung pada paetikel pada tingkat gelatinisasi pati. Gelatinisasi
pati tergantung pada suhu ekstruder, laju
geser dan kadar air dari bahan pakan (Lawton
et al 1972;.
Chiang dan Johnson
1977, Colonna et
al.1984; Guy
Horne, 1988). Dengan kelembaban pakan
sekitar 28%, gelatinisasi pati dapat meningkatkan interaksi protein dan pati
dengan air.
Seperti yang dipaparkan diatas, komponen
yang banyak berpengaruh pada pengembangan ekstrudat ini adalah pati, protein,
dan lemak. Selama proses, granula pati membengkak dan kehilangan kekompakan
ikatan yaitu sebagian dari amilosa berdifusi keluar karena pengaruh panas
(Janssen, 1993 dan Wang,
et al., 1993). Gelatinisasi pati pada proses ekstrusi disebabkan oleh suhu,
tekanan, dangesekan. Tingkat gelatinisasi akan semakin tinggi dengan sedikitnya
kadar air serta waktu dansuhu yang semakin tinggi. Fungsi ekstrusi bagi protein adalah
untuk mendenaturasi dan memberi tekstur. Suhu dan tekanan yanng tinggi dapat
memecah ikatan intramolekul pada protein sehingga terjadidenaturasi sehingga
menyebabkan turunnnya kelarutan, hilangnya aktivitas biologis, peningkatan
viskositas, dan lebih mudah dicerna oleh enzim proteolitik . Lemak dan minyak yang
ada pada produk hasil ekstrusi akan mempengaruhi tekstur,rasa, dan flavor
produk (Harper, 1981). Jika jumlah amilosa dalam pati tinggi, maka
akanterbentuk asam lemak dan pati pada produk sehingga menghambat pengembangan
produk.Lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati
sekaligus menghambat penetrasi air ke dalam granula sehingga tingkat
gelatinisasi menjadi rendah (Collison, 1968 dalam Polina, 1995).
Penurunan
kepadatan massal diamati dengan suhu yang meningkat disebabkan
gelatinisasi meningkat dan meningkatnya tekanan seperti yang dijelaskan
untuk rasio ekspansi
ekstrudat. Rayas-Duarte
et al. (1998)
melaporkan selain suhu ekstruder, kelembaban
adonan adalah faktor
yang paling penting yang mempengaruhi kerapatan bulk (bulk density). Dalam penelitian ini, penurunan
kepadatan bulk diucapkan
pada kelembapan pakan kurang dari
58% dan suhu barel lebih besar dari 180C. Namun,
kadar air pakan dan suhu barel mungkin
tidak tergantung satu sama lain.
Selain itu, rasio ekspansi mempertimbangkan ekspansi dalam satu arah
tegak lurus terhadap aliran ekstrudat,
sementara bulk density menganggap ekspansi volumetrik
ke segala arah (Phillips et al. 1984).
Kekerasan
secara signifikan dipengaruhi oleh
kandungan ikan bahan
pakan dan kadar air pakan, karena
peningkatan kadar protein dengan kandungan ikan meningkat
lebih besar dari 5% dan mengganggu gelatinisasi pati. Meningkatkatnya kandungan ikan dan kandungan protein pada pakan mungkin telah
mengakibatkan terbentuknya ikatan silang protein dan
pengembangan jaringan protein,
hal ini diamati oleh Giri dan Bandyopadhyay (2000).
Oleh karena itu, konsentrasi ambang ikan 5% dalam bahan pakan didirikan.
Bahan pakan yang mengandung lebih dari
5% tepung ikan
dibenarkan hanya ketika ekstrudat dengan kekerasan meningkat. Meningkatnya kandungan ikan bahan pakan
40-42% dan menurunya kadar kelembaban pakan di bawah 55% menghasilkan nilai
WSI lebih besar karena
degradasi dan fragmentasi yang
lebih besar dari padatan ikan dan pati seperti
yang diamati oleh Gogoi et
al. (1996). Sebuah
WSI maksimum 11,5%
diamati pada kadar kandungan ikan
41,37% dan kadar air pakan 35%. Namun, perbedaan hasil penelitian dari laboratorium ekstrusi dan peralatan ekstrusi tersebut
sulit untuk membandingkan karena hasil penelitian adalah tergantung pada extruder (Holay dan Harper 1982;
Falcone dan Phillips
1998).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Ekstrusi sendiri
merupakan proses pembentukan produk melalui penekanan sebelum dipaksa keluar
melalui die (lubang pencetakan), bahan tersebut umumnya dipanaskan sedemikian
rupa sehingga rasa mentahnya hilang.
2.
Dua faktor penting yang
mempengaruhi produk ekstrusi (ekstrudat) adalah kondisi operasi dari ekstruder
dan pemilihan reologi pangan.
3.
Parameter penting dalam
pengoperasian ekstruder adalah temperatur, tekanan, diameter lubang pencetakan
dan shear rate.
4.
Pemilihan bahan pangan
berpengaruh penting pada tekstur dan warna ekstrudat.
5.
Alat pengekstrusi
adalah reaktor dengan aliran tka terputus (kontinu) serta mempunyai kelembaman
yang rendah.
6.
Jurnal
“Process Variables
During Single-Screw Extrusion Of Fish
And Rice-Flour Blends” proses ekstrusi dilakukan pada
campuran ikan dan tepung beras, dengan menggunakan jenis ekstruder ulir tunggal
(Single Screw Ekstruder / SSE).
DAFTAR PUSTAKA
Ang, H.G., W. L. Kwik, C.Y. Theng, K.K. Lim. 1984. High Protein Extruded Snackfood. Asean Protein Project Occasional Paper No. 1. Singapore.
Badan
Standardisasi Nasional. 2000. Makanan Ringan
Ekstrudat.
Standar Nasional Indonesia 01-2886-2000. Jakarta.
Baianu, I.C. 1992. Chapter 9: Basic Aspect of Food Extrusion dalam I.C. Baianu. Physical Chemistry of Food Process: Principle, Techniques and Application. Textbook, VNR Vol. 1. New York diambil dari http://fs512.fshn.uiuc.edu/ch9-50k-vol1.htm, diakses pada hari Kamis 08 November 2012
Bandyopadhyay, S. And Rout, R.K. 2001. Aquafeed Extrudate Flowrate And Pellet Characteristics From Low-Cost Single-Screw Extruder. J. Aquat. Food Prod. Technol. 10(2), 3–15.
Chiang, B.Y. And Johnson,
J.A. 1977. Gelatinization Of Starch In Extruded Products.
Cereal Chem. 54, 436.
Colonna, P., Doublies, J.L.,
Melcion, J.P., Demonredon, F. And Mercier, C. 1984. Extrusion Cooking And Drum Drying Of Wheat Starch. I. Physical And Macromolecular Modifications. Cereal. Chem. 61, 538–540.
Falcone. R.G. And Phillips,
R.D. 1998. Effects
Of Feed Composition, Feed Moisture And Barrel Temperature On Physical And Rheological Properties Of Snack Like Products Prepared From Cowpea And Sorghum Flours By
Extrusion. J. Food Sci. 53, 1464–1469.
Giri, S.K. And Bandyopadhyay, S. 2000. Effect Of Extrusion Variables
On The Extrudate Characteristics Of Fish-Muscle Rice-Flour Blend In A Single- Screw Extruder. J. Food Process. Pres. 24, 177–190.
Guy, R.C.E. And Horne, A.W. 1988. Extrusion And Co-Extrusion
Cereals. In
Food Structures-Its Creation And Evaluation (V.V. Blanshard
And J.R. Mitchell, Eds.) Pp. 331–349,
Butterworths, London.
Holay, S.H. And Harper,
J.M. 1982. Influence Of Extrusion
Shear Envi- Ronment On Plant Protein Texturization. J. Food Sci. 47, 1869–1873. Lawton, B.T., Henderson, G.A. And Derlatke,
E.J.
1972. The Effects Of Extruder Variables On The Gelatinization Of Corn Starch.
Can. J. Chem. Eng. 50, 168–171.
Holmes, Zoe Ann.
2007. Extrusion. Food
Resource
Oregon
State
University Website. U.S diambil dari food.oregonstate.edu/g/extrusion.html, diakses pada hari Kamis 08 November 2012
Janssen, Leon, P.B.M. 1978. Twin Screw Extrusion.
Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam
Linko,
P., Y.Y.Linko,
J. Olkku.
1982. Extrusion
Cooking And
Bioconversions
Dalam Ronald Jowitt
(Edt.).
Extrusion Cooking Technology. Elsevier Applied Science Publishers. London.
Phillips, R.D., Chhinnan, M.S. And Kennedy, M.B. 1984.
Effect Of Feed Moisture And Barrel Temperature On Physical Properties Of Extruded
Cowpea Meal. J. Food Sci. 49, 916–921.
Rayas-Duarte, P., Majewska, K. And Doetkott, C. 1998. Effect Of Extrusion-Process Parameters
On The Quality Of Buckwheat Flourmixes.
Cereal Chem. 75, 338–345.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar