Jumat, 17 Mei 2013

EKSTRUSI



TUGAS TERSTRUKTUR
DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN

EKSTRUSI







    



Oleh  :
Novi Witanti                                     NIM A1M011014
Setia Hikmatul M                            NIM A1M011015
Pozel Saputro                                   NIM A1M011016
Angga Rahmad S                            NIM A1M011017
Ulan Afriyanty D                            NIM A1M011018
Nerissa Arviana                               NIM A1M011019
Umi Latifah                                     NIM A1M011020
Arimah                                             NIM A1M011021


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya pertanian di beberapa Negara berkembang masih sangat kurang. Salah satu cara untuk meningkatkan sumberdaya pertanian tersebut adalah dengan cara penganekaragaman cara pengolahan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai jual dan manfaat hasil pertanian.
Teknologi ekstrusi memungkinkan kita untuk melakukan serangkaian pengolahan, seperti: mencampur, menggiling, memasak, mendinginkan, mengeringkan dan mencetak dalam satu rangkaian proses saja. Berbagai proses didalam satu mesin meupakan salah satu bentuk efisiensi yang dapat mengurangi biaya produksi bagi suatu industri. Selain itu, teknologi ekstrusi memiliki beragam modifikasi proses sehingga dapat menghasilkan produk yang diinginkan. Hal-hal tersebut yang mendasari teknologi ekstrusi diaplikasikan secara luas, termasuk dalam pengolahan pangan.
Mutu produk ekstrusi dipengaruhi oleh variable bebas dan variable tidak bebas di dalam suatu proses ekstrusi. Variable bebas merupakan parameter yang secara langsung dapat dikontrol oleh operator mesin ekstrusi, sedangkan variable tidak bebas merupakan parameter yang dapat berubah mengikuti perubahan variable bebas. Formula bahan baku, kadar air bahan baku, kecepatan masuk bahan, kecepatan ulir ekstruder, suhu barrel dan konfigurasi ekstruder merupakan contoh dari variable bebas. Energy mekanik, kadar air produk, suhu pada saat proses, waktu tunggu dan tekanan di dalam ekstruder merupakan contoh dari variable tidak bebas.
Pada proses ekstrusi kali ini diaplikasikan pada pembuatan tepung beras dan ikan. Proses ekstrusi yang dilakukan pada keduanya dapat mempengaruhi variable yang terdapat pada pencampuran tepung beras dan ikan.

B.     Manfaat
1.      Mengetahui jenis mesin ekstruder pada pengolahan yang dilakukan.
2.      Mengetahui variable yang terjadi pada mesin ekstrusi.
3.      Mengetahi tahap-tahap pada proses ekstrusi
4.      Mengtahui pengaruh pengolahan proses ekstrusi pada produk.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi pada bidang pengolahan makanan juga sebagai jawaban dari tuntutan masyarakat luas akan tersedianya produk makanan yang mudah disajikan, aman, bergizi, memiliki karakteristik organoleptik yang menarik serta terjangkau, maka teknologi ekstrusi semakin berkembang dan diminati oleh kalangan pengolah makanan. Teknologi ekstrusi bukanlah teknologi yang baru tetapi telah lama ditemukan dan terusberkembang hingga saat ini. Pada awalnya prinsip ekstrusi ini banyak digunakan untuk keperluan-keperluan yang berkaitan dengan industri logam, polimer, plastic dan produk makanan pasta, namun karena prinsipnya yang sama, maka dapat pula diterapkan pada proses pengolahan produk-produk makanan secara luas.
Berkembangnya teknologi ekstrusi pada bidang pengolahan produk makanan juga ternyata dikarenakan banyaknya keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan teknologi ini. Teknologi ekstrusi memungkinkan kita untuk melakukan serangkaian proses pengolahan seperti mencampur, menggiling, memasak, mendinginkan, mengeringkan dan mencetak dalam satu rangkaian proses saja. Belum lagi produk makanan yang dihasilkan oleh teknologi ini sangat beragam. Teknologi ekstruksi berperan penting di industri pangan karena merupakan proses yang bersifat efisien. Ekstruksi adalah suatu proses yang mengkombinasikan beberapa poses meliputi pencampuran, pemasakan, pengadonan, penghancuran, pencetakan, dan pembekuan. Teknik ekstruksi dapat berupa pengolahan suhu rendah seperti pada pasta, atau pengolahan suhu tinggi pada pengolahan makanan ringan. Tekanan digunakan dalam ekstruder berfungsi mengendalikan bentuk, menjaga air dalam kondisi cair yang sangat panas, dan meningkatkan pengadukan.
Fungsi pengolahan dengan ekstruksi juga mencakup separasi, pendinginan dan pemanasan, penghilangan senyawa volatildan penurunan kadar air, pembekuan citarasa dan bau, enkapsulasi, sterilisasi serta Pemasakan ekstruksi dengan proses suhu tinggi waktu pendek (HTST, high temperature short time) dapat mencegah kontaminasi mikroba dan inaktivasi enzim (Eastiasih.2009).
Teknologi pemasakan ekstrusi dalam pabrik pangan berkembang dengan sangat pesat. Hal tersebut dikarenakan pemasakan ekstrusi menawarkan produk yang sangat seragam, peralatannya mudah diautomatisasi maupun di bongkar pasang, tidak banyak limbah, dan produk akhirnya dapat diatur sesuai dengan keinginan.
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2000) yang dimaksud dengan makanan ringan ekstrudat ialah makanan ringan yang dibuat melalui proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan dengan penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan. Salah satu produk ekstrusi yang saat ini  banyak dikembangkan di Indonesia adalah produk-produk pasta dan sejenisnya, termasuk serbuk minuman, biskuit, kraker, produk crispy serupa roti, breadcrumb, crouton, bahan makanan kaya serat dan untuk keperluan diet, pasta siap saji, sup yang dikeringkan dan produk siap saji lainnya, produk-produk makanan dengan kandungan air sedang, liquorice dan produk kembang gula lainnya, makanan hewan, snack, TVP, makanan bayi dan berbagai produk lainnya. Makanan ringan tersebut seakan-akan tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.
Oleh karena itu, diperlukan perhatian kandungan gizi yang terkandung dalam makanan ringan tersebut. Sebagai alternatif sumber protein pada makanan ringan produk ekstrusi bias berasal dari sumber protein hewan. Seperti yang kita tahu, protein pada hewan memiliki kandungan protein yang sangat bagus. Salah satu sumber protein yang cukup berpotensi dan layak untuk dikembangkan adalah ikan, karena kandungan proteinnya cukup tinggi yaitu sekitar 15-24% , harganya relatif lebih murah dibandingkan sumber protein hewani lainnya, dan ketersediannya cukup melimpah di Indonesia. Bahan pencampur dari daging ikan juga perlu diperhatikan, jenis tepung apa saja yang akan menghasilkan produk ekstrusi daging ikan yang terbaik. Selain itu jenis ikan juga akan mempengaruhi produk akhir, kesemuanya itu akan mempengaruhi kadar protein, daya serap minyak dan daya serap air produk. Hasil analisis asam amino diketahui bahwa tepung ikan hasil pemasakan ekstrusi rata-rata kekurangan asam amino metionin, leusin, fenilalanin dan tirosin tetapi mengandung glutamat dan lisin dalam jumlah yang cukup tinggi. Menurut hasil perhitungan statistik, jenis ikan berpengaruh nyata terhadap kandungan protein, kekerasan produk yang dicobakan. Sedangkan jenis bahan campuran berpengaruh terhadap kadar protein tepung hasil ekstrusi, daya serap air, aktivitas emulsi, indeks dispersibilitas, daya cerna protein, rasa produk dan kandungan protein produk.
Ekstrusi sendiri merupakan proses pembentukan produk melalui penekanan sebelum dipaksa keluar melalui die (lubang pencetakan), bahan tersebut umumnya dipanaskan sedemikian rupa sehingga rasa mentahnya hilang. Dua faktor penting yang mempengaruhi produk ekstrusi (ekstrudat) adalah kondisi operasi dari ekstruder dan pemilihan reologi pangan. Parameter penting dalam pengoperasian ekstruder adalah temperatur, tekanan, diameter lubang pencetakan dan shear rate. Pemilihan bahan pangan berpengaruh penting pada tekstur dan warna ekstrudat. Alat pengekstrusi adalah reaktor dengan aliran tka terputus (kontinu) serta mempunyai kelembaman yang rendah. Molekul - molekul bahan pangan yang besar seperti karbohidrat dan protein mengalami gelatinisasi dan denaturasi menyusun aliran dalam ulir pengekstrusi dan cetakan. Pada suhu yang semakin tinggi, molekul - molekul ini membentuk ikatan silang menjadi struktur telah berubah dan dapat mengembang. Struktur makromolekul dari pati dan protein mengembang dan menghasilkan massa viskoplastik.
Prinsip ekstrusi dalam pengolahan makanan yaitu dengan menggabungkan proses pendorongan bahan, pencampuran dan pembentukan bukanlah hal yang baru. Prinsip ekstrusi telah diterapkan dalam industri makanan sejak tahun 1930an untuk pembuatan pasta. Pada tahun-tahun berikutnya diterapkan pada industri kembang gula, industri roti dan kue, terutama pada proses frosting kue. Pada tahun 1950, kemudian digunakan juga untuk produksi sereal, campuran minyak biji-bijian untuk industri pakan. Proses-proses pengolahan tersebut merupakan teknologi ekstrusi pada generasi pertama. Pada tahun 1960an teknologi ini digunakan untuk mengubah ikatan silang dan mengikat biopolimer untuk membuat protein nabati bertekstur. Terobosan ini menyediakan pengetahuan dasar bagi ekstrusi HTST (High Temperature Short Time) modern yang memungkinkan diciptakannya produk-produk baru pada industri makanan. Prinsip penerapannya pada industri makanan umumnya berdasarkan pada gelatinisasi pati, pembentukan kompleks lemak-pati, denaturasi dan teksturisasi protein, pengikatan, reaksi kimia dan biokimia, pengaruh tekanan/penggilingan dan pengembangan (Linko, et. al. dalam Jowitt, 1982).
Ekstrusi telah berkembang penerapannya untuk beragam produk yang perlu dimasak/dimatangkan. Salah satu kunci dalam beranekaragamnya hasil produk ekstrusi terletak pada bagian die-nya, dimana dari sinilah bahan akan didorong keluar. Fungsi die dalam pembuatan produksi pasta telah meningkatkan keragaman penggunaannya dalam menghasilkan produk dengan berbagai macam bentuk, kandungan air dan konsistensi (Holmes, 2007).
Keuntungan yang diperoleh dari mengolah makanan dengan menggunakan ekstruder diantaranya ialah Serbaguna (mampu melakukan berbagai macam proses pengolahan dalam satu alat saja dan mampu menghasilkan jenis produk yang sangat beragam). Produktivitas produk yang dihasilkan tinggi (mampu melakukan pengolahan berkesinambungan). Biaya operasional relatif murah. Proses pengolahan dalam ekstruder memungkinkan resiko mesin untuk overheat rendah. Kualitas produk makanan yang dihasilkan tinggi (proses pengolahan HTST menyebabkan terjadinya degradasi yang minimal pada kebanyakan bahan makanan). Efisien dalam penggunaan energi. Tidak menghasilkan limbah atau polutan (Baianu, 1992).
Ang et. al.,(1984) menyatakan bahwa ekstrusi adalah proses yang memiliki potensi yang besar dalam memproduksi makanan suplemen yang cocok dalam program-program untuk memperkaya gizi melalui produk makanan.
Keuntungan menggunakan proses ini diantaranya ialah :
·      Bagian pati dari bahan yang diolah tergelatinisasi penuh yang menyebabkan produk makanan menjadi mudah untuk dicerna.
·      Menjamin penyebaran yang merata bahan-bahan seperti protein, vitamin, mineral dan bahan tambahan lainnya bersama karbohidrat di seluruh campuran bahan.
·      Mengurangi jumlah kehilangan kandungan gizi bahan dan meminimalkan kerusakan pada kualitas protein.
·      Tekstur dan bentuk bahan mentah yang tadinya keras, tidak berbentuk, berpasir, tidak menarik, dsb., berubah menjadi produk akhir dengan tekstur dan bentuk sesuai dengan yang kita inginkan.
·      Bahan baku utama yang mengandung pati tersedia dengan luas.
·      Produk ekstrusi yang dikemas dengan benar mempunyai daya simpan yang baik tanpa harus disimpan pada suhu rendah.
·      Proses ekstrusi merupakan proses termodinamika yang efisien, energy yang dibutuhkan untuk menghasilkan per ton bahan lebih rendah dibandingkan dengan bahan yang sama dan diolah dengan proses pemasakan dalam bentuk lainnya.
·      Biaya operasionalnya rendah, membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja dan memerlukan luas lahan yang kecil.
·      Jalur-jalur proses pada ekstruder mudah sekali untuk dibongkar-pasang. Hal ini penting untuk keperluan pembersihan dan mobilitas alat. Bila pengolahan yang dilakukan memenuhi persyaratan sanitasi yang benar maka produk yang dihasilkan relatif bebas dari bakteri, serangga, larva dan patogen lainnya.
·      Proses ekstrusi bebas polusi dan bahan mentah dimanfaatkan seluruhnya tanpa adanya limbah yang tidak diinginkan atau zat-zat yang berbahaya bagi lingkungan.


BAB III
METODE PRAKTIKUM

A.    Bahan
Bahannya menggunakan Ikan laut tropis, Bombay duck (Harpodon nehereus) yang dikeringkan, ditumbuk menjadi bubuk dan dilewatkan pada saringan 353 µm dan dipilih. Kemudian menggunakan tepung beras dengan berbagai ukuran partikel yang setara. Komposisi terdekat dari ikan dan tepung beras disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi terdekat ikan dan tepung beras

Komposisi terdekat (wet basis) %
moisture
fat
protein
abu
karbohidrat
Tepung beras
12.14
0.68
7.56
0.93
78.69
Tepung ikan
8.50
2.45
86.46
1.09
1.5

B.     Ekstrusi
Extruder yang digunakan adalah model Single Screw Extruder, extruder yang dikembangkan sebelumnya untuk pengolahan aquafeed, serta cemilan (snack) atau makanan untuk dikonsumsi manusia. Untuk percobaan ini, suhu barel dipertahankan di tengah dan akhir 20 cm pada bagian long feed, suhu 1000C dipertahankan 10 cm pada bagian long metering dan bervariasi sampai suhu yang diinginkan dari 100, 125, 150, 175 atau 2000C pada 5 cm bagian long die-head. Setiap bagian dilengkapi dengan gasket untuk mencegah perpindahan panas dari satu bagian ke bagian lain. Bagian barel extruder dipanaskan dengan kuarsa (quartz) berbasis pita pemanas dengan memuat kapasitas 200 W/m. Suhu dikontrol atau dikendalikan dengan pengendali/pengontrol suhu. Suhu ditentukan dengan 1.5mm diameter konstanta tembaga termokopel, yang berfluktuasi dalam ±1.0C. Tiga indikator suhu dan pengendali disediakan untuk feed inlet, metering dan bagian die-head. Variabel - variabel desain berikut yang konstan selama ekstrusi : panjang diameter rasio yaitu 14, diameter die 4 mm dan panjang die 15 mm. Variabel - variabel yang digunakan antara lain adalah suhu barrel, kecepatan skrew, kadar kelembaban feed, dan kandungan atau isi ikan yaitu persentase bubuk ikan dalam feed. Tingkat variabel yang tetap pada : temperature barel yaitu 100, 125, 150, 175 atau 2000C, kecepatan skrew yaitu 70, 80, 90, 100 atau 110 putaran/menit, kandungan atau isi ikan = 5, 15, 25, 35 atau 45% dan kadar kelembaban feed = 20, 30, 40, 50 atau 60%.
Menghitung antara campuran bubuk ikan dan tepung beras dengan baik, disesuaikan dengan kadar air yang diinginkan dengan menambahkan air. Perawatan diambil untuk meminimalkan penyimpangan aliran dalam extruder. Selama ekstrusi, output diambil sebagai ekstrudat untuk dianalisis. Pasta dengan kadar air 50-60% dimasukkan ke dalam ekstruder dengan menerapkan tekanan manual untuk memaksa agar terus melalui pembukaan hopper. Desain dari extruder disesuaikan dengan jarak skrew minimal 2 mm berdasarkan rasio kompresi 3 : 1. Jarak skrew minimal 2 mm dapat mencegah kebocoran arus dan dapat menghasilkan output atau keluaran dengan keadaan stabil dan lancar. Ekstrudat kemudian dikeringkan pada suhu 60 - 650C dalam 2 - 2.5 jam. Ekstrudat yang kering dengan kadar air 7 - 15% kemudian dikemas, ditutup dengan plastik polietilen dan disimpan dalam wadah kedap udara. Kadar air dari ekstrudat diuji secara berkala dan divariasikan antara7 dan 9%.
C.    Properti Ekstrudat
Diametral Rasio Ekspansi (ER) dihitung dengan membagi diameter dari ekstrudat dengan die nozzle. Nilai masing-masing adalah rata-rata dari 10 penentuan acak. Diametral Rasio Ekspansi dihitung dengan persamaan :
di mana :         D = diameter silinder ekstrudat
d = diameter die
Bulk density (kepadatan massal) ekstrudat dari pengeringan individual, silinder ekstrudat diperkirakan dengan membagi massa panjang yang dipilih dari ekstrudat dengan volumenya. Panjang yang bervariasi 3,0 - 8,0 cm yang dikalikan dengan rata-rata daerah cross-sectional untuk memberikan volume.
Kekerasan dari ekstrudat kering ditentukan dari puncak perpindahan plot ekstrudat selama shearing. Untuk crosshead-prespeed, kecepatan dan postspeed yaitu masing-masing 1.00, 0.50 dan 5.00 mm/menit. Skala penuh beban yaitu 5 atau 10 kg tergantung pada kekerasan ekstrudat. Pisau potong (shear blade) yang digunakan tebalnya 1,22 mm dengan sudut potong 900. Single ekstrudat silinder ditempatkan pada dinding yang dipotong menjadi dua bagian oleh pisau potong dan gaya atau tenaga maksimum selama pemotongan.
WSI ditentukan mengikuti metode Anderson (1969). Ekstrudat seluruhnya melewati saringan 177 µm dan bubuk dipertahankan pada saringan 250 µm BIS mesh yang digunakan untuk  perkiraan WSI. Ukuran saringan ini sesuai atau setara dengan 60 dan 80 mesh dalam United State mesh. Dua gram ekstrudat bubuk itu dicampur dengan 25 ml air dan diaduk selama 30 menit. Campuran disentrifugasi pada 3000 x g ( dimana g = 9,81 m/s2 ) selama 10 menit. Soluble-solids dalam supernatant diperkirakan untuk menentukan WSI dengan persamaan :

D.    Desain Eksperimental
Untuk melengkapi data analisis dengan Response Surface Methodology (RSM), gabungan lima level pusat desain (Tabel 2) digunakan dan merupakan variabel independen yang dibuat dalam lima level posisi yang mengakibatkan 31 ekstruder berjalan.
Sebuah model respon orde kedua dipilih untuk memperoleh persamaan regresi.
Dimana y  merupakan variabel dependen, xi dan xj adalah variabel independen kode, b0, bi dan bj  adalah koefisien, n  adalah jumlah variabel independen dan  adalah kesalahan yang tidak teramati. Empat variabel independen yang memadai dijelaskan dalam persamaan di atas untuk menentukan dampak akibat perubahan variabel bebas. Hasil dari empat sifat disajikan dalam tabel 3. Stabilitas data eksperimen diamati dengan menghitung Coefficient variation (CV) dengan persamaan sebagai berikut :
Tabel 2. Aktual dan kode level analisis Response Surface
Variabel
Kode
Kode level
-2
-1
0
1
2
Temperature barel (0C)
X1
100
125
150
175
200
Kecepatan skrew (putaran/menit)
X2
70
80
90
100
110
Isi kandungan ikan (%)
X3
5
15
25
35
45
Kadar kelembaban feed (%)
X4
20
30
40
50
60
BAB IV
PEMBAHASAN

Ekstrusi merupakan kombinasi beberapa unit operasi seperti mixing, kneading, shearing, shaping & forming, dan cooking. Mesin yang digunakan pada proses ekstrusi adalah ekstruder. Ekstruder yang biasanya tersedia di pasaran adalah dari jenis ekstruder ulir tunggal (single screw extruder/SSE) dan ekstruder ulir ganda (twin screw extruder/TSE) yang dapat digunakan secara luas pada produksi bahan-bahan makanan komersial. Model twin screw extruder (TSE) lebih sering dipilih oleh perusahaan-perusahaan pengolah makanan. Model ini merupakan pilihan yang tepat untuk melakukan diversifikasi jenis-jenis makanan, dikarenakan kemampuannya yang baik dalam mengatur daya tekan mekanis dan daya giling efektif pada adonan di dalam selubung mesin ekstruder (barrel).
Dalam jurnal Process Variables During Single-Screw Extrusion Of Fish And Rice-Flour Blends” ini proses ekstrusi dilakukan pada campuran ikan dan tepung beras, dengan menggunakan jenis ekstruder ulir tunggal (Single Screw Ekstruder / SSE).
Pada umumnya zona operasi pada SSE (tergantung spesifikasi mesin) terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
a.       Solid transport zone yang terletak di bawah hopper/feeder.
Pada zona ini bahan digerakkan dalam bentuk bubuk atau granula. Berhubung output produk yang dihasilkan harus sama dengan input bahan yang dimasukkan maka perencanaan yang buruk pada zona ini akan membatasi output yang dihasilkan.
b.      Melting zone.
Pada zona ini bahan padat akan dipanaskan
c.       Pump zone.
Pada bagian pertama zona ini, tinggi saluran berkurang disebabkan oleh peningkatan diameter dari ulir. Pada zona ini bahan mengalami tekanan untuk mengurangi jumlah ruang-ruang kosong pada bahan. Pada bagian kedua zona ini yang disebut juga sebagai metering zone, bahan digerakkan dan dihomogenisasi lebih lanjut. Pada beberapa ekstruder peningkatan tekanan terjadi di zona ini.

Pada jurnal ini dilakukan penelitian proses ekstrusi campuran tepung ikan dan tepung beras yang dilakukan pada berbagai variable, yaitu suhu barel antara 100 – 200o C, kecepatn ulir antara 70-100 putaran per menit, kandungan ikan 5-45%, dan kadar air berkisar antara 20-60%. tujuannya adalah untuk mempelajari pengaruh kecepatan ulir serta variable proses lainnya pada sifat ekstrudat. Penelitian dilakukan pada tingtan variable, yaitu suhu barel 100, 125, 150, 175, atau 200oC, kecepatan ulirnya 70, 80, 90, 100 atau 110 putaran per menit, kandungan ikan 5,15, 25, 35 atau 45 %; kelembaban bahan 20, 30, 40, 50, atau 60 %.

EXPERIMENTAL DATA FOR EXPANSION RATIO (ER), BULK DENSITY (BD), HARDNESS (H) AND WATER SOLUBILITY INDEX (WSI) BASED ON ROTATABLE EXPERIMENTAL DESIGN



Expt. n
o.   Barrel temperatur C (x1)
Screw spe e,      rev/min (x
ed,  Fish conte
2)   of feed, %
nt     Feed moisture
(x3) content % (x4)
ER
CV, %
BD, kg/m3
CV, %
H, N
CV, %
WSI, %
CV, %
A
125
80
15
30
1.21
0.06
1017
1.79
36.77
4.73
4.831
2.28
B
125
80
15
50
1.38
1.01
638
2.51
17.78
15.60
5.988
1.22
C
125
80
35
30
1.38
1.18
725
3.51
51.09
3.90
6.349
1.55
D
125
80
35
50
1.50
3.80
465
6.32
20.37
10.60
6.832
1.81
E
125
100
15
30
1.10
5.79
1044
1.10
34.61
4.63
4.730
1.85
F
125
100
15
50
1.27
1.65
790
3.72
29.20
4.92
5.617
2.32
G
125
100
35
30
1.16
1.40
928
1.39
61.52
2.14
5.192
2.64
H
125
100
35
50
1.27
1.10
679
3.72
45.24
3.52
7.817
1.75
I
175
80
15
30
1.38
1.56
768
2.15
36.07
4.24
5.825
2.11
J
175
80
15
50
1.69
1.73
575
6.31
27.61
5.89
5.30
0.03
K
175
80
35
30
1.44
4.79
711
2.12
56.23
2.45
6.372
0.14
L
175
80
35
50
1.76
2.45
640
4.59
35.59
6.07
6.102
1.58
M
175
100
15
30
1.32
1.23
860
5.02
24.64
4.93
3.922
2.34
N
175
100
15
50
1.69
0.08
714
2.42
17.23
4.64
3.845
2.19
O
17
100
35
30
1.50
1.44
456
5.51
55.34
1.53
6.387
2.07
P
175
100
35
50
1.82
0.89
387
4.30
28.45
3.36
7.856
1.52
Q
200
90
25
40
2.33
0.60
382
8.42
13.00
8.14
7.489
2.76
R
100
90
25
40
1.16
1.21
762
3.00
42.50
3.79
7.149
1.64
S
150
110
25
40
1.16
1.40
712
4.88
33.60
3.92
7.052
1.70
T
150
70
25
40
1.63
1.32
675
3.67
12.7
9.00
7.262
1.31
U
150
90
45
40
1.38
1.18
850
9.08
46.69
2.54
10.77
8.91
V
150
90
5
40
1.76
0.92
666
1.80
9.24
14.40
4.983
2.95
W
150
90
25
60
1.56
1.04
450
4.09
15.31
7.90
8.618
1.91
X
150
90
25
20
1.05
4.72
990
3.62
45.98
3.07
4.960
2.80
Y
150
90
25
40
1.10
1.48
630
2.59
20.85
6.18
7.763
2.61

Tabel 3 menyajikan data dari empat sifat ekstrudat yang diperoleh pada percobaan dengan menggunakan extruder ulir tunggal. Hasilnya dianalisis secara statistik untuk memperoleh persamaan regresi polinomial orde kedua.
Tabel 4 merangkum ketentuan signifikan yang diperoleh dari ANOVA (Analysis of Variance) tersebut. Persamaan linear suhu barel dan kelembaban pakan yang signifikan untuk kedua rasio ekspansi dan bulk density. Persamaan linear kandungan ikan dan kelembaban pakan yang signifikan untuk kedua kekerasan dan WSI (Water Solubility Index). Dalam istilah kuadrat, hanya suhu yang signifikan untuk rasio ekspansi, sedangkan variabel lain tidak signifikan. Tidak ada istilah interaktif yang signifikan untuk salah satu sifat ekstrusi yang dipilih. Signifikansi dari proses variabel-variabel mirip dengan pengamatan yang dilakukan oleh Giri dan Bandyopadhyay (2000). Namun, dugaan bahwa kecepatan sekrup tidak signifikan dikuatkan oleh hasil eksperimen dalam penelitian ini.
Tabel 5 menyajikan persamaan regresi dengan unit kode setelah menghapus istilah tidak signifikan. Untuk mengetahui tentang efek rentang yang lebih luas dari variabel ekstrusi pada sifat ekstrudat, permukaan respon dan plot kontur disiapkan. Hasil yang khas disajikan sebagai plot pusat-titik data pada Gambar. 1 -4 untuk properti ekstrudat yang dipilih.
Gambar 1 menunjukkan bahwa peningkatan suhu oleh 10C, dari 180 sampai 190C dan mengurangi umpan-kelembaban  konten sebesar 30%, dari 58 menjadi 28%, menghasilkan peningkatan yang besar dalam rasio ekspansi. Ini  merupakan pengaruh kelembaban pakan yang bertentangan dengan pengamatan Giri dan Bandyopadhyay (2000). Meskipun plot kontur tidak berkumpul di
190C dan kadar air pakan 28%, rasio ekspansi maksimum 2,66 ditunjukkan. Peningkatan suhu extruder-barel dari 180 sampai 190C di kelembaban pakan kurang
dari 58% menghasilkan penurunan dalam bulk density (Gambar 2).
Oleh karena itu, kelembaban pakan sekitar 28% dan suhu barrel sekitar 190C akan memaksimalkan rasio ekspansi dan meminimalkan kepadatan bulk ekstrudat.
Pada kelembaban umpan kurang dari 52,5% dan kandungan ikan sekitar 5%, penurunan kekerasan ekstrudat diamati (Gambar 3).
 Sebuah peningkatan dalam WSI (Water Solubility Indeks) diamati ketika kelembaban pakan kurang dari 55% dan kandungan ikan sekitar 40-42% (Gambar 4).
Peta kontur dari sifat fisik ekstrudat, kecenderungan konvergensi untuk rasio ekspansi maksimum, bulk densitas minimum dan kekerasan minimum. Namun, WSI peta kontur menyatu dengan nilai maksimum sebesar 11,5% pada kadar pakan air dari 35% dan kandungan ikan 41,37%.
Rasio ekspansi dipengaruhi sebagian besar oleh  suhu barel, dan juga kadar air. Penurunan kelembaban kurang dari 58% mungkin telah meningkatkan gelatinisasi pati dan mengakibatkan ekspansi lebih. Pada suhu barel lebih besar dari 180C, tingkat gelatinisasi lebih besar, meningkatkan tekanan dalam extruder dan mengakibatkan perluasan ekstrudat saat keluar dari die atau lubang pencetakan. Beberapa peneliti menunjukkan perluasan pada sereal yang diekstrusi atau pati berbasis makanan ringan adalah tergantung pada paetikel pada tingkat gelatinisasi pati. Gelatinisasi pati tergantung pada suhu ekstruder, laju geser dan kadar air dari bahan pakan (Lawton et al 1972;. Chiang dan Johnson 1977, Colonna et al.1984; Guy Horne, 1988). Dengan kelembaban pakan sekitar 28%, gelatinisasi pati dapat meningkatkan interaksi protein dan pati dengan air.
Seperti yang dipaparkan diatas, komponen yang banyak berpengaruh pada pengembangan ekstrudat ini adalah pati, protein, dan lemak. Selama proses, granula pati membengkak dan kehilangan kekompakan ikatan yaitu sebagian dari amilosa berdifusi keluar karena pengaruh panas (Janssen, 1993 dan Wang, et al., 1993). Gelatinisasi pati pada proses ekstrusi disebabkan oleh suhu, tekanan, dangesekan. Tingkat gelatinisasi akan semakin tinggi dengan sedikitnya kadar air serta waktu dansuhu yang semakin tinggi. Fungsi ekstrusi bagi protein adalah untuk mendenaturasi dan memberi tekstur. Suhu dan tekanan yanng tinggi dapat memecah ikatan intramolekul pada protein sehingga terjadidenaturasi sehingga menyebabkan turunnnya kelarutan, hilangnya aktivitas biologis, peningkatan viskositas, dan lebih mudah dicerna oleh enzim proteolitik . Lemak dan minyak yang ada pada produk hasil ekstrusi akan mempengaruhi tekstur,rasa, dan flavor produk (Harper, 1981). Jika jumlah amilosa dalam pati tinggi, maka akanterbentuk asam lemak dan pati pada produk sehingga menghambat pengembangan produk.Lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati sekaligus menghambat penetrasi air ke dalam granula sehingga tingkat gelatinisasi menjadi rendah (Collison, 1968 dalam Polina, 1995).
Penurunan kepadatan massal diamati dengan suhu yang meningkat disebabkan gelatinisasi meningkat dan meningkatnya tekanan seperti yang dijelaskan untuk rasio ekspansi ekstrudat. Rayas-Duarte et al. (1998) melaporkan selain suhu ekstruder, kelembaban adonan adalah faktor yang paling penting yang mempengaruhi kerapatan bulk (bulk density). Dalam penelitian ini, penurunan kepadatan bulk diucapkan pada kelembapan pakan kurang dari 58% dan suhu barel lebih besar dari 180C. Namun, kadar air pakan dan suhu barel mungkin tidak tergantung satu sama lain. Selain itu, rasio ekspansi mempertimbangkan ekspansi dalam satu arah tegak lurus terhadap aliran ekstrudat, sementara bulk density menganggap ekspansi volumetrik ke segala arah (Phillips et al. 1984).
Kekerasan secara signifikan dipengaruhi oleh kandungan ikan bahan pakan dan kadar air pakan, karena peningkatan kadar protein dengan kandungan ikan meningkat lebih besar dari 5% dan mengganggu gelatinisasi pati. Meningkatkatnya kandungan ikan dan kandungan protein pada pakan mungkin telah mengakibatkan terbentuknya ikatan silang protein dan pengembangan jaringan protein, hal ini diamati oleh Giri dan Bandyopadhyay (2000). Oleh karena itu, konsentrasi ambang ikan 5% dalam bahan pakan didirikan. Bahan pakan yang mengandung lebih dari 5% tepung ikan dibenarkan hanya ketika ekstrudat dengan kekerasan meningkat. Meningkatnya kandungan ikan bahan pakan 40-42% dan menurunya kadar kelembaban pakan di bawah 55% menghasilkan nilai WSI lebih besar karena degradasi dan fragmentasi yang lebih besar dari padatan ikan dan pati seperti yang diamati oleh Gogoi et al. (1996). Sebuah WSI maksimum 11,5% diamati pada kadar kandungan ikan 41,37%  dan kadar air pakan 35%. Namun, perbedaan hasil penelitian dari laboratorium ekstrusi dan peralatan ekstrusi tersebut sulit untuk membandingkan karena hasil penelitian adalah tergantung pada extruder (Holay dan Harper 1982; Falcone dan Phillips 1998).



BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan

1.      Ekstrusi sendiri merupakan proses pembentukan produk melalui penekanan sebelum dipaksa keluar melalui die (lubang pencetakan), bahan tersebut umumnya dipanaskan sedemikian rupa sehingga rasa mentahnya hilang.
2.      Dua faktor penting yang mempengaruhi produk ekstrusi (ekstrudat) adalah kondisi operasi dari ekstruder dan pemilihan reologi pangan.
3.      Parameter penting dalam pengoperasian ekstruder adalah temperatur, tekanan, diameter lubang pencetakan dan shear rate.
4.      Pemilihan bahan pangan berpengaruh penting pada tekstur dan warna ekstrudat.
5.      Alat pengekstrusi adalah reaktor dengan aliran tka terputus (kontinu) serta mempunyai kelembaman yang rendah.
6.      Jurnal Process Variables During Single-Screw Extrusion Of Fish And Rice-Flour Blends” proses ekstrusi dilakukan pada campuran ikan dan tepung beras, dengan menggunakan jenis ekstruder ulir tunggal (Single Screw Ekstruder / SSE).

DAFTAR PUSTAKA

Ang, H.G., W. L. Kwik, C.Y. Theng, K.K. Lim. 1984. High Protein Extruded Snackfood. Asean Protein Project Occasional Paper No. 1. Singapore.
Badan   Standardisasi   Nasional.   2000.   Makanan   Ringan   Ekstrudat.   Standar Nasional Indonesia 01-2886-2000. Jakarta.
Baianu, I.C. 1992. Chapter 9: Basic Aspect of Food Extrusion dalam I.C. Baianu. Physical   Chemistry   of   Food   Process:   Principle,   Techniques   and Application.             Textbook,        VNR    Vol.      1.  New York             diambil             dari http://fs512.fshn.uiuc.edu/ch9-50k-vol1.htm,  diakses  pada  hari          Kamis 08 November 2012
Bandyopadhyay, S. And Rout, R.K. 2001. Aquafeed Extrudate Flowrate And Pellet Characteristics From Low-Cost Single-Screw Extruder. J. Aquat. Food Prod. Technol. 10(2), 3–15.
Chiang, B.Y. And Johnson, J.A. 1977. Gelatinization Of Starch In Extruded Products. Cereal Chem. 54, 436.
Colonna, P., Doublies, J.L., Melcion, J.P., Demonredon, F. And Mercier, C. 1984. Extrusion Cooking And Drum Drying Of Wheat Starch. I. Physical And Macromolecular Modifications. Cereal. Chem. 61, 538–540.
Falcone. R.G. And Phillips, R.D. 1998. Effects Of Feed Composition, Feed  Moisture  And  Barrel  Temperature  On  Physical  And  Rheological  Properties Of Snack Like Products Prepared From Cowpea And Sorghum Flours By Extrusion. J. Food Sci. 53, 1464–1469.
Giri, S.K. And Bandyopadhyay, S. 2000. Effect Of Extrusion Variables On The Extrudate Characteristics Of Fish-Muscle Rice-Flour Blend In A Single- Screw Extruder. J. Food Process. Pres. 24, 177–190.
Guy, R.C.E. And Horne, A.W. 1988. Extrusion And Co-Extrusion Cereals. In Food Structures-Its Creation And Evaluation (V.V. Blanshard And J.R. Mitchell, Eds.) Pp. 331–349, Butterworths, London.
Holay, S.H. And Harper, J.M. 1982. Influence Of Extrusion Shear Envi- Ronment On Plant Protein Texturization. J. Food Sci. 47, 1869–1873. Lawton, B.T.,  Henderson,  G.A. And  Derlatke,  E.J.  1972. The Effects Of Extruder Variables On The Gelatinization Of Corn Starch. Can. J. Chem. Eng. 50, 168–171.
Holmes,  Zoe  Ann.  2007.  Extrusion.  Food  Resource  Oregon  State  University Website. U.S diambil dari food.oregonstate.edu/g/extrusion.html, diakses pada hari  Kamis 08 November 2012
Janssen, Leon, P.B.M. 1978. Twin Screw Extrusion. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam
Linko,  P.,  Y.Y.Linko,  J.  Olkku.  1982.  Extrusion  Cooking  And  Bioconversions Dalam  Ronald  Jowitt  (Edt.).  Extrusion  Cooking  Technology.  Elsevier Applied Science Publishers. London.
Phillips, R.D., Chhinnan, M.S. And Kennedy, M.B. 1984. Effect Of Feed Moisture And Barrel Temperature On Physical Properties Of Extruded Cowpea Meal. J. Food Sci. 49, 916–921.
Rayas-Duarte, P., Majewska, K. And Doetkott, C. 1998. Effect Of Extrusion-Process Parameters On The Quality Of Buckwheat Flourmixes. Cereal Chem. 75, 338–345.

Tidak ada komentar: